Sepanjang tahun ini praktis tidak ada BUMN yang listing di bursa. Namun tahun depan strategi ini masih pantas dipertimbangkan pemerintah karena potensi dana asing yang masuk ke pasar keuangan masih deras.
Oleh : Ainur Rahman
Perencanaan yang matang sekalipun, tetap tak bisa lepas dari kebergantungannya akan waktu yang tepat. Momentum seringkali menjadi faktor penting agar perencanaan bisa memberikan hasil maksimal. Oleh karena itu saat melihat tahun ini hampir berakhir dan tak ada satu pun perusahaan negara yang berani untuk go public, banyak pihak yang menyayangkannya. Padahal hampir sepanjang tahun ini, meski tak sederas tahun-tahun sebelumnya, dana asing masih tetap mengalir ke sektor keuangan dalam negeri.
Berdasarkan prediksi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) besarnya arus modal asing yang masuk ke Indonesia sepanjang tahun 2011 bisa mencapai 125 miliar sampai 130 miliar dollar AS.
Penyesalan itu tampak dari raut wajah Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar saat Seminar Pasar Modal awal November lalu. Pejabat yang baru diangkat beberapa bulan ini menyatakan keprihatinan karena banyak aliran dana yang masuk ke Indonesia, namun justru hanya sedikit yang berani memanfaatkannya untuk menawarkan saham perdana (IPO).
“Ini merupakan keprihatinan sendiri, ini kurang bagus dalam konteks IPO di 2011. Modal masuk begitu besar dan Indonesia punya daya tarik sendiri, tapi di lain pihak tak cukup dorong untuk go public di tahun ini,” kata dia.
Sejatinya pemerintah sudah sejak awal tahun menggembar-gemborkan akan ada sekitar 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan listing di bursa. Namun praktis, hanya ada satu BUMN yaitu Garuda Indonesia yang mencatatkan sahamnya pada Februari, meski seharusnya sudah dilakukan sejak 2010 berdasarkan rencana awal.
Seandainya saja, sebagian dari rencana IPO itu berjalan tentu kinerja perusahaan negara secara keseluruhan bisa ikut terungkit dan kritikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak muncul. Pada saat melantik Menteri dan Wakil Menteri baru di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II 19 Oktober lalu, Presiden menyentil kinerja BUMN secara keseluruhan yang dinilainya masih belum menggembirakan.
Namun jika melihat capaian hingga semester pertama tahun ini, kinerja perusahaan-perusahaan di bawah Kementerian BUMN tidak buruk-buruk amat. Total laba bersih perusahaan negara berhail tumbuh 39 persen menjadi Rp69,36 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp49,95 triliun. Artinya kementerian tinggal menambah laba sekitar Rp25 triliun lagi untuk mencapai target Rp95,3 triliun atau sebesar 40 persen dari pencapaiannya tahun lalu. Saat ini ada 141 perusahaan yang berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN.
Dan jika melihat prestasi beberapa perusahaan pelat merah hingga Oktober kemarin, target tersebut tidak sulit untuk digapai. Sepanjang sembilan bulan tahun ini, sejumlah BUMN membukukan laba bersih yang signifikan. PT Antam Tbk salah satunya.
BUMN di sektor pertambangan ini labanya melonjak 64 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp1,56 triliun. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan volume penjualan komoditas feronikel dan emas serta peningkatan harga jual.
Perusahaan lain yang mencatatkan peningkatan laba bersih lebih dari 50 persen adalah PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA). PTBA meraup untung sebesar 67,17 persen dibandingkan sembilan bulan pertama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp1,39 triliun. Kenaikan laba bersih tersebut ditopang oleh kenaikan penjualan sebesar 31,38 persen menjadi Rp7,75 triliun dibandingkan dengan kinerja periode yang sama tahun lalu Rp5,90 triliun.
Selain pertambangan, BUMN sektor kontruksi juga mengalami peningkatan. PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) membukukan kinerja positif hingga kuartal ketiga dengan perolehan laba bersih Rp60,96 miliar. Capaian ini berarti naik 30,85 persen dibanding dengan periode yang sama 2010 sebesar Rp46,58 miliar rupiah.
Keuntungan yang cukup signifikan memang diperlihatkan oleh perusahaan-perusahaan negara yang sudah menjadi perusahaan terbuka. Hal itu menjadi penting buat mereka agar harga sahamnya tidak merosot.
Maka dari itulah, sesaat dilantik menjadi Menteri BUMN, Dahlan Iskan sudah melontarkan janji bahwa pemerintah akan mengurangi intervensi atas aksi korporasi yang dilakukan oleh perusahaan yang sudah go public. Meski pernyataan itu lebih ditujukan pada BUMN-BUMN yang berencana IPO, namun setidaknya hal itu menandakan bahwa pemerintah menginginkan BUMN untuk bekerja sesuai mekanisme pasar.
“Intervensi itu akan dikurangi sekitar penentuan harga IPO dan lainnya, tetapi intervensi tersebut bukan tipe seperti saya, kalaupun terlibat saya punya latar belakang untuk mempertimbangkannya,” kata Dahlan.
Kendati tahun ini dipastikan tidak akan ada BUMN yang melakukan IPO, tetapi kata dia, kemungkinan untuk 2012 masih terbuka asalkan tujuannya adalah menggenjot kinerja perusahaan.
MELANTAI DI BURSA
Walaupun begitu, aksi korporasi dengan melakukan penawaran saham perdana di saat dana-dana asing masih menggemari pasar keuangan Indonesia dinilai merupakan strategi yang bagus. Oleh karena itu, BUMN hendaknya tetap mempertimbangkan kemungkinan untuk melemparkan saham kepada investor di bursa karena aksi korporasi itu diyakini bisa mendorong kinerja BUMN menjadi lebih baik.
Demikian dikatakan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nurhaida. Menurut dia BUMN yang sudah menjadi perusahaan terbuka umumnya menjadi favorit di pasar modal. Karena dengan banyaknya BUMN yang IPO akan bisa menampung arus dana yang masuk ke pasar Indonesia.
“Beberapa BUMN yang memiliki investasi jangka panjang belum banyak yang IPO seperti BUMN Perkebunan, misalnya,” kata dia.
Sebelumnya, pemerintah tengah merencanakan untuk membentuk perusahaan induk (holding) di sektor perkebunan yang akan menyatukan beberapa PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di seluruh Indonesia.
Pembentukan holding itu diharapkan bisa menyatukan konsep manajemen guna meningkatkan profit serta kapasitas produksi. Rencananya, rencana tersebut akan dijalankan paling lambat 30 Januari 2012.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan proses holding perlu dilakukan karena selama ini terjadi ketimpangan profit antara PTPN, contohnya PTPN III yang sangat sukses berbanding terbalik dengan PTPN IV yang hampir kolaps.
Pada awal tahun ini juga sempat beredar bahwa Kementerian BUMN setidaknya menyiapkan empat perusahaan milik negara untuk didoronga melakukan IPO pada 2012. Keempat BUMN itu adalah PT Semen Baturaja, Pegadaian, anak usaha Pertamina (PT Tugu Pratama) dan salah satu anak usaha PT Krakatau Steel.
Namun menurut Asisten Deputi bidang Strategis dan Manufaktur II Kementerian BUMN, Gatot Trihargo, BUMN-BUMN yang bakal IPO pada 2012 masih akan diseleksi lebih baik lagi. Sebab Kementerian BUMN tidak ingin BUMN nasibnya seperti Garuda Indonesia yang sahamnya masih tetap melorot.
Hingga akhir Oktober, saham perusahaan yang berkode GIAA ini berada di level Rp435 per saham. Padahal saat menawarkan saham perdana pada 11 Februari, maskapai milik negara itu dijual di level harga Rp750. Sehingga jika dibandingkan dengan yang terbentuk sekarang, pemodal masih mengempit potensi kerugian Rp 315 per saham atau 42 persen.
Tentu baik perusahaan maupun kementerian yang kini dikomandani oleh Dahlan Iskan tak mau BUMN terpeleset di lantai bursa seperti yang dialami oleh Garuda. Namun demikian hal itu tidak berarti tertutup kemungkinan bagi BUMN untuk menjadi perusahaan publik.
Karena dalam kaca mata analis Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih, kapitalisasi pasar emiten BUMN cukup tinggi yang disebabkan membaiknya kinerja. Begitu juga dengan strategi bisnis BUMN yang tidak kalah hebat dengan emiten lain. Sehingga investor memandang prospek emiten BUMN sangat menjanjikan. SP