Saya jalan-jalan di salah satu sungai besar dan menemikan kayu yang sudah puluhan tahun tergerus oleh air dan dalam lumpur. Kayu itu sekarang saya pajang di meja kerja
ANTROPOLOGI. Apa pentingnya ilmu ini bagi seorang bankir? Memang sulit sekali mengaitkan hubungan ilmu tersebut dengan profesi bankir. Namun tidak demikian bagi seorang Yayah Diasmono (68). Malang melintang di dunia keuangan dan perbankan, tidak memudarkan kecintaanya pada budaya, kehidupan sosial masyarakat, dan tentunya keindahan alam Indonesia yang beraneka ragam.
Meski lulusan Sarjana Muda UGM tahun 1976 ditunjuk menjadi nakhoda bank kebanggaan masyarakat Bumi Tambun Bungai itu, kecintaan akan seni, budaya, dan kekayaan alam tidak pudar.
Profesi bankir yang melekat dengan uang, kurva pertumbuhan ekonomi, neraca perdagangangan, dan prinsip ekonomi lainnya itu kemudian dikolaborasikan dengan filosofi antropologi sosial, budaya, dan ekonomi. Untuk itu, alumni FE Universitas Krisna Dwipayana, Jakarta dan Course Bussines Finance di Melbourne ini selalu memanfaatkan waktu akhir pekannya untuk menyelami keindahan alam Kalteng. Kawasan pertanian di daerah pedesaan, bahkan menyelami indahnya hutan Kalimantan Tengah dengan menggunakan perahu, menyusuri sungai-sungai besar hingga ke pedalaman merupakan pilihan liburannya.
“Saya jalan-jalan di salah satu sungai besar dan menemikan kayu yang sudah puluhan tahun tergerus oleh air dan dalam lumpur. Lalu saya tanya teman di Jakarta yang ahli soal kayu, dikatakan umurnya sudah lebih dari 50 tahun. Kayu itu sekarang saya pajang di meja kerja,” ujar penyandang Indonesia Financial Top Leader 2021 dari salah satu majalah ekonomi itu.
Bagi pria kelahiran 4 Agustus 1954, kayu tersebut nyentrik tapi antik. Hal ini melambangkan kekuatan Kalteng yang harus dicerminkan oleh aktivitas ekonomi dan sosial. Tidal tergerus oleh nilai-nilai modernisasi. Kearifan lokal harus menjadi dasar dari pertumbuhan ekonomi, katanya.
Inilah sejatinya filosofi antropologi ekonomi. Seperti diketahui, interdisiplin dari cabang ilmu antropologi ini membahas kaitan antara sejarah, nilai sosial-budaya, dan geografi dari suatu masyarakat terhadap aktivitas atau fenomena ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat tersebut.
Sebabnya, pria yang biasa disapa Dias itu memahami betul bahwa suatu aktivitas ekonomi sering kali tidak hanya dipengaruhi faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, modal, dan sumberdaya alam, melainkan dapat juga dipengaruhi oleh nilai sosial atau tradisi yang berlaku di masyarakat. Pun hal yang sebaliknya dapat terjadi yakni aktivitas ekonomi yang kemudian mempengaruhi tatanan sosial yang berlaku di masyarakat.
Walaupun terjadi perbedaan pendapat tentang relevansi ilmu ekonomi untuk studi antropologi ekonomi, ilmu antropologi ekonomi memperlihatkan keunikan tersendiri dalam mengkaji fenomena ekonomi. Maka peraih The Best CEO Series 2021 dari sebuah majalah perbankan ini hamper selalu mendatangi masyarakat derah pedalaman, khsusunya para pemilik lahan. Kegiatan itu dimaksudkan guna menjelaskan bahwa mereka dapat meraih penghidupan yang layak dengan mengembangkan sektor pertanian, dikatikan dengan prinsisp sosial atau kebudayaan, dan alam yang kuat.
“Masyarakat Kalteng itu biasanya punya kebun sendri. Saya minta pegawai Bank Kalteng cari mereka dan kumpulkan, apa yang mereka butuhkan, dan kami berikan. Jika bank lain beri modal Rp50 juta, mereka saya kasih Rp100 juta. Lalu kita dampingi, kapan mulai tanam (sawit). Jangan tunggu kebunmu disewa sama perusahaan dari Jakarta. Jadi mereka hidup. Di situlah kekuatan saya, tahun ini saya geber di sektor ini, karena tidak ada yang lirik, padahal ada ratusan ribu hektar tanah masyarakat,” urai peraih Outstanding CEO Regional Bank 2021 dari sebuah Koran bisnis ternama itu.
Penghargaan demi penghargaan memang layak dia terima karena kinerja Bank Kalteng yang terus mengkilap di masa kepemimpinannya. Outstanding CEO Regional Bank 2021 dari Koran Bisnis Indonesia itu memang layak diraih sebagai hasil kerja keras Bank Kalteng di bawah komando Dias, mampu mempertahankan bahkan memperkuat bisnis perusahaan di tengah pandemi.
Pemimpin, ujar dia, harus pandai memilih bisnis secara tepat, serta melanjutkan rencana yang telah ditetapkan. “Ini yang menjadi tumpuan kita dalam menjalankan planning. Penghargaan ini adalah untuk seluruh karyawan bank Kalteng dan terima kasih atas kerja sama yang berjalan bagus selama ini,” pungkas Dias.
Untuk diketahui, selama semester I/2021, Bank Kalteng mencatatkan pertumbuhan laba bersih tahun berjalan sebesar 5,06 persen pada Semester I/2021 menjadi senilai Rp154,25 miliar, naik Rp7,43 miliar dibandingkan dengan capaian di periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp146,82 miliar.
Hampir semua pos pendapatan mencatatkan kenaikan, yakni pendapatan bunga, pendapatan komisi/provisi/fee dan administrasi serta pendapatan nonoperasional. Perseroan tercatat berhasil menyalurkan kredit hingga mencapai Rp7,15 triliun hingga 30 Juni 2021 dengan kualitas kredit yang baik karena non-performing loan (NPL) baik gross dan net masing-masing berada pada 0,59 persen dan 0,28 persen. ***