Danal Meizantaka Daeanza, Assistant Programmer LPPI
BANK digital menjadi salah satu solusi praktis sebagai layanan perbankan bagi masyarakat Indonesia saat ini. Keunggulan online yang menaikan tren bank digital dalam beberapa tahun terakhir, dengan membawa trademark “Dapat dilakukan kapan pun, dimana pun” Bank Digital mulai menjadi pilihan favorit bagi masyarakat Indonesia sebagai layanan keuangan yang dapat melakukan segala hal. Mulai dari pendaftaran yang tidak harus pergi ke kantor cabang dari suatu bank, biaya admin yang lebih sedikit bahkan bisa gratis, sampai memiliki kecenderungan bunga yang lebih besar menjadi fitur andalan dari bank digital saat ini. Bahkan per bulan Mei 2022 Indonesia memiliki 10 Bank Digital dari bank besar yang ada.
Banyaknya fitur yang ditawarkan dan pilihan bank digital membuat nasabah nyaman dalam menggunakan layanan keuangan. Namun dengan adanya kenyamanan yang ada sejatinya harus diikuti oleh keamanan pula. Tidak perlu diragukan lagi keamanan dari aplikasi bank digital yang sudah ada karena pastinya sudah lolos dari berbagai lapisan tes terutama keamanan aplikasi. Keamanan berlapis ketika membuka aplikasi (password, autentikasi biometrik, PIN ataupun pattern lock) bahkan sampai autentikasi 2 faktor menggunakan OTP (One Time Password).
Keamanan yang berlapis tidak membuat sepenuhnya data kita aman, modus penipuan yang kian meningkat seiring dengan naiknya juga tren penggunaan bank digital pun tidak luput dari kasus yang ada. Dikutip dari laman cnbc indonesia, statistik dari Patroli Siber Kepolisian Indonesia menunjukkan terdapat peningkatan kasus per tahun dari 2015 sampai 2021. Dari sekitar 20.000 laporan kasus yang tercatat, sebanyak 8.541 kasus masuk dalam kategori penipuan online. Modus penipuan yang kerap kali digunakan adalah social engineering atau rekayasa sosial dan teknik phising atau pengelabuan.
Rekayasa sosial merupakan tindakan untuk memperoleh informasi nasabah, seperti PIN, nomor kartu, dan/atau informasi lain dengan cara menghubungi nasabah melalui telepon, SMS atau perantara lain. Sedangkan Teknik pengelabuan merupakan tindakan untuk memperoleh informasi nasabah dengan menyamar sebagai pihak berwenang melalui e-mail atau media lain yang berisikan tautan, dimana pelaku berusaha mengarahkan nasabah agar mengakses tautan tersebut. Dua modus ini yang biasa digunakan pelaku untuk mendapatkan data dari para nasabah yang kemudian digunakan untuk menguras aset nasabah tersebut.
Cyber Security Researcher and Consultant, Teguh Aprianto, mengatakan bahwa pelaku memanfaatkan celah utama nasabah yang tidak teliti. Para nasabah yang tidak memeriksa ulang dan langsung percaya terhadap setiap email, chat ataupun telepon yang diterima akan menjadi sasaran yang empuk untuk diincar oleh pelaku. Pada kasus lain modus pengelabuan melalui telepon, biasa dilakukan dengan panggilan yang mengatasnamakan kenalan, kerabat bahkan pihak bank. Pelaku biasanya menyampaikan sesuatu yang sangat mendesak sehingga korban merasa panik dan dengan mudah memberikan informasi pribadinya.
Praktik penipuan saat ini pun semakin luas cakupannya, dan bisa terjadi pada berbagai platform. Tidak hanya telepon, bahkan tautan atau link tak dikenal yang diterima nasabah lewat WhatsApp ataupun OTP dan kemudian nasabah diminta mengisi formulir yang ada didalamnya sebagai dalih pengkinian informasi diri.
Kurangnya ketelitian dan kepanikan dari nasabah inilah yang membuat celah untuk dimanfaatkan oleh pelaku modus penipuan. Ditambah dengan sedikitnya kesadaran atas pengetahuan literasi digital dari pengguna atau nasabah pada dunia digital. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengeluarkan literasi digital yang perlu dipahami oleh masyarakat digital. Terdapat empat pilar dalam literasi digital versi Kominfo yaitu cakap digital, etika digital, budaya digital dan keamanan digital. Literasi Digital pada poin keamanan digital menjadi bekal masyarakat Indonesia dalam menggunakan bank digital. Pengetahuan dasar akan informasi tentang bank digital terkait pun tidak luput sebagai bekal dari calon nasabah atau nasabah. Sebagai catatan bekal dasar yang dibutuhkan adalah kita harus mengetahui nomor telepon dan email resmi dari bank digital yang kita punya, karena dengan berbekal minimum dari kedua informasi itulah setidaknya kita bisa mengurangi praktik penipuan yang sedang marak terjadi.
Perlu diketahui bersama, pihak bank tidak akan menghubungi nasabah selain melalui channel resmi, apalagi meminta informasi yang bersifat pribadi seperti KTP, swafoto dengan KTP, PIN, email ataupun nama ibu. Tetap tenang dan teliti ketika menggunakan produk – produk digital. Perbanyak literasi digital sebagai dasar dalam berselancar digital.***