BERITA TERKAIT
Employee Engagement ditemukan oleh kelompok peneliti Gallup pada tahun 2004. Dalam referensi akademik, hal itu pertama kali didefnisikan sebagai bentuk keterlibatan individu karyawan dan tingkat kepuasannya, yang tercermin pada tingkat antusiasme/gairah kerja mereka dalam menyelesaikan pekerjaan. Konsep ini diyakini mampu mendorong karyawan melakukan yang terbaik bagi perusahaan, tanpa suatu target-target yang menekan dan bersifat paksaan, yang secara kaku berpedoman hanya pada job description semata.
Para karyawan yang termasuk highly engaged sanggup bekerja melampaui batas-batas tersebut. Karyawan bisa terlibat penuh dalam pekerjaannya, memiliki ide-ide cemerlang, bahkan kadang menggunakan waktu luang mereka dengan antusiasmenya, demi memuaskan tuntutan mereka sendiri untuk berkinerja prima.
Sehingga hasilnya dapat diprediksi bakal memacu peningkatan produktivitas karyawan, yang kemudian tercermin pada produktivitas perusahaan, dengan parameter kepuasan pelanggan, pembeli, klien dan mitra kerja, pemegang saham, serta para pemangku kepentingan lainnya. Tingkat absensi dan laju keluarnya karyawan (turn over) menurun secara signifkan.
Harvard Business Review 2013, mempublikasikan riset yang menyimpulkan bahwa highly-engaged employee menjadi jawaban kunci strategi perusahaan untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang dalam bisnis.
Kendati strategi ini nampak mudah dan sederhana, namun masih merupakan tantangan yang berat bagi perusahaan. Pada umumnya, manajemen secara rules of thumb mengandalkan monetary reward and job punishment system dengan tolok ukur target bisnis yang ketat dan hukuman bagi yang melanggar atau tidak mencapai target-targetnya.
Daniel H. Pink, seorang penulis sekaligus pemikir bisnis, menemukan lima motor penggerak internal karyawan (intrinsic drivers), yaitu: keinginan mempunyai otonomi yang mengatur arah kehidupan dan cara mereka bekerja, mendambakan kerja lebih baik untuk sesuatu yang berarti buat perusahaan, dan melakukan pekerjaan yang menghasilkan perbedaan positif.
Juga untuk menciptakan kemajuan terus menerus dalam mencapai tujuan perusahaan, dan punya kebutuhan interaksi sosial. Bertolak dari lima motif ini, perusahaan bisa memanfaatkan dan kemudian mengeksplorasi strategi yang cocok (matching). Bagaimana caranya menciptakan kondisi dan lingkungan kerja dimana para karyawan bisa mencurahkan kapabilitas dan potensi mereka, adalah pertanyaan mendasar.
Menarik untuk disimak, pendapat Eisenhauer T, (President Axero), tentang strategi untuk mewujudkan engagement di perusahaan. Yang pertama adalah merekrut dan mempromosikan karyawan dengan kebiasaan dan karakter yang kuat, yang sesuai dengan budaya perusahaan masa depan. Yang kedua adalah menetapkan visi dan misi perusahaan yang jelas sehingga bisa dicerna oleh para karyawan.
Lebih bagus lagi bila karyawan pun memiliki kecocokan dengan visi dan misi perusahaan. Apa yang diharapkan perusahaan, bagaimana tujuan bisa dicapai, di mana peran karyawan di perusahaan, semua harus jelas, bisa dipahami jajaran karyawan. Sehingga peran mereka lebih optimal.
Yang ketiga adalah membentuk lingkungan kerja yang menawarkan kesempatan kepada karyawan bekerja yang memuaskan mereka sendiri, tanpa paksaan dari perusahaan. Untuk mencapai kepuasan karyawan, perusahaan juga harus mampu menyediakan jalur karier yang menantang, sistem yang fair, dan diikuti dengan pelatihan yang mendukung suksesnya pelaksanaan tugas yang baru. Termasuk kesiapan pemimpin-pemimpin perusahaan untuk memberikan coaching, mentoring, job training yang membantu para karyawan meraih prestasi tertinggi.
Yang keempat adalah tersedianya pemimpin perusahaan yang berkualitas prima sebagai role models. Pendeknya pemimpin yang menjadi inspirasi bagi karyawannya dan mengerjakan apa yang dikatakannya dengan konsisten dan dengan komitmen yang tinggi (walk the talk).
Yang kelima adalah membangun perusahaan yang terpercaya. Kepercayaan dan citra positif kepada seluruh para pemangku kepentingan yang utama, baik regulator, pelanggan, karyawan, mitra kerja, pemasok dan komunitas perusahaan di industrinya.
Yang keenam adalah menciptakan perusahaan yang terbuka dengan kritik dan saran. Selain transparan dan siap dengan ide, inovasi dari bawah, perusahaan yang disukai karyawan adalah yang bisa menerima dan mengolah kritik serta saran menjadi sesuatu yang positif bagi perusahaan.
Yang ketujuh adalah perusahaan yang peduli dengan lingkungan. Corporate Social Responsibility Program menjadi salurannya. Perusahaan yang demikian akan dihargai dan dijaga keberlangsungannya oleh lingkungannya pula. Keterlibatan karyawan dengan kegiatan sosial yang sesuai dengan visi misi perusahaan: penghijauan, kesehatan, pendidikan, pencegahan pemanasan global maupun kebencanaan, mampu menebarkan aura kepuasan bagi para pihak yang berkepentingan.
Employee Engagement sangat dianjurkan dan cocok bagi perusahaan yang sedang bertumbuh, berkembang, dan mencapai tingkat kematangan yang baik. Namun biayanya yang mahal harus juga menjadi pertimbangan untuk merancang dan melaksanakan Employee Engagement. Oleh karena itu, para pemimpin perusahaan sebaiknya mampu memilah dan memilih program Employee Engagement ini dengan tepat, mengkombinasikan program lain yang cocok dengan kondisi siklus perusahaan.