JAKARTA, Stabilitas.id – Indonesia perlu melakukan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya pelemahan kinerja perekonomian dunia akibat inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga.
Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat Konferensi Pers APBN KITA di Jakarta, pada Senin (26/9/22).
Pada kesepatan itu, Menkeu juga meyampaikan distribusi kinerja Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur secara global mengalami penurunan dari 51,1 ke 50,3.
BERITA TERKAIT
Namun, bila dilihat pada negera G20 dan ASEAN-6, hanya sejumlah 24 persen negara yang aktifitas PMI nya mengalami akselerasi dan ekspansi atau meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Negara ini termasuk Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam, dan Arab Saudi.
“Namun, 32 persen yaitu negara-negara seperti Amerika, Jepang, India, Malaysia, Brazil Australia, Singapura, dan Afrika Selatan 32 persen PMI-nya mengalami perlambatan, atau kondisinya turun levelnya dari bulan sebelumnya. Dan bahkan 40 persen negara-negara ini, yaitu Eropa, Jerman, Italia, Inggris, Korsel, Kanada, Meksiko, Spanyol, dan Turki, sekarang PMI sudah masuk kepada level kontraksi. Artinya mayoritas melambat dan kontraktif,” ungkap Menkeu.
Selain itu, kinerja perekonomian Indonesia sampai dengan bulan Agustus 2022 juga semakin membaik, yaitu tumbuh hingga 5,4 persen.
“Indonesia sampai dengan semester 1 Tahun 2022 ini, level dari GDP kita sudah 7,1 persen di atas level sebelum terjadinya pandemi. Ini berarti kita sudah recover dari sisi level ekonominya,” jelas Menkeu.
Perbaikan kinerja ekonomi Indonesia tentunya tidak lepas dari dukungan di berbagai sektor, diantaranya kinerja ekspor yang cukup impresif, sehinga mencatatkan surplus pada neraca perdagangan mencapai USD 5,76 miliar hingga Agustus 2022.
“Export sekali lagi membukukan kenaikan yang cukup impresif. Kita lihat di bulan Agustus bahkan mencapai USD 27,9 miliar. Ini tertinggi dalam sejarah kita,” ungkap Menkeu.
Kemudian, dari sisi penjualan ritel Indonesia juga tercatat cukup kuat pertumbuhannya di angka di 5,4 persen, indeks PMI ekspansif di angka 51,7, pertumbuhan konsumsi listrik mencapai 24,1 persen, pertumbuhan pada sektor industri sebesar 11,2 persen, serta pertumbuhan pada kapasitas produksi manufaktur dan pertambangan, juga Mandiri Spending Indeks yang menunjukkan level optimis.
Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi oleh berbagai lembaga internasional berada pada level antara 5,1 hingga 5,4 persen untuk tahun 2022.
“IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini 5,3, Bank Dunia di 5,1, ADB 5,4, dan Bloomberg konsensus forecast di 5,2. Untuk tahun depan masih relatif stabil. IMF memprediksikan perekonomian Indonesia di 5,2, Bank Dunia di 5,3, ADB masih di 5,0, dan Bloomberg forecast konsensus di 5,0. Ini menggambarkan bahwa confidence dan juga kinerja dari perekonomian Indonesia dianggap cukup resilience terhadap kemungkinan terjadinya perlemahan ekonomi global. Ini tentu sesuatu yang positif tapi perlu kita jaga,” ungkapnya.
Capaian itu tentunya tidak lepas dari kinerja positif Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagai pondasi utama dalam mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global, serta dampak inflasi.
“APBN terus akan bekerja sangat keras untuk melindungi masyarakat dan perekonomian, serta melindungi APBN sendiri dari guncangan guncangan yang terjadi akibat gejolak yang terjadi di pasar keuangan Global, pasar komoditi, maupun geopolitik,” tutup Menkeu.***