Klik tombol berikut ini untuk memesan edisi digital Majalah Stabilitas

Edisi 153 Maret 2019

9
Dilihat
0
Bagikan
9
Dilihat

Pembaca yang budiman,

Di kehidupan dunia, banyak hal yang diciptakan berpasang-pasangan. Demikian pula ketika menciptakan pertemuan, Tuhan menciptakan pula perpisahan. Namun jika kita berpikir lebih luas, sejatinya perpisahan adalah pertemuan itu sendiri, dan pertemuan adalah perpisahan itu sendiri.

Bisa jadi pada suatu waktu terjadi sebuah perpisahan, tetapi sebenarnya pada saat yang bersamaan muncul pula sebuah pertemuan. Karena perpisahan kita dengan seseorang bisa berarti pertemuan kita dengan orang lain, atau pertemuan seseorang itu dengan orang yang lain lagi.

BERITA TERKAIT

Kini Majalah Stabilitas tengah menghadapi sebuah perpisahan. Perpisahan yang bisa dibilang tak terelakkan lagi. Adalah Ibu Gayatri Rawit Angreni yang selami ini memimpin redaksi memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan itu. Tidak ada sesuatu masalah pun yang mendorong keputusan beliau yang sudah 14 tahun menjadi pemimpin redaksi di majalah yang menjadi pionir dalam pembahasan manajemen risiko ini.

Sejatinya pakar manajemen risiko yang lebih dari dua dekade bergelut dengan isu pengelolaan dan mitigasi risiko di industri perbankan itu sudah sejak tahun lalu beberapa kali menyatakan keinginannya itu. Alasannya adalah perlunya regenerasi dan penyegaran di internal redaksi. Namun demikian beliau tetap bertahan sampai Februari lalu.

Dalam sebuah surat yang diterima redaksi mantan Direktur BRI itu mengatakan, “Saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesempatan yang diberikan LPPI untuk menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Stabilitas. Saya memegang jabatan itu sejak Mei 2005, tidak terasa sudah 14 tahun berlalu. Kiranya sudah waktunya bagi Stabilitas untuk memiliki pemred yang baru yang lebih luas pengalamannya, dsb, sehingga ada warna dan gaya yang baru di majalah tercinta ini.”

Tentu keputusan itu adalah hak pribadi perempuan yang kini sibuk mengajar manajemen risiko di berbagai institusi keuangan itu. Redaksi sangat menghormati keputusan itu meskipun jika boleh berharap beliau tetap bertahan di majalah yang tanpa tangan dinginnya mungkin tidak bisa bertahan selama ini.

Namun apa boleh buat, kenyataan itu harus dihadapi dan kehidupan serta keberlangsungan majalah harus tetap terjaga. Kendati terpukul, kami, redaksi majalah yang didirikan atas inisiasi Bank Indonesia pada 2005 harus tetap melanjutkan penerbitan ini.

Seperti yang di awal ditulis, kami yakin perpisahan kami dengan Ibu Gayatri merupakan awal dari pertemuan kami dengan seorang yang akan menggantikan beliau. Atau sebaliknya, juga merupakan pertemuan Ibu Gayatri dengan yang lain.

Kami selalu berharap yang tertuang dalam do’a, semoga Ibu Gayatri selalu sukses dimana pun berada dan tetap bisa menyumbangkan pemikirannya pada industri keuangan dalam bentuk tulisan dengan tema manajemen risiko. Baik di Majalah Stabilitas atau di media yang lain. Karena bidang dan isu manajamen risiko masih menjadi isu ‘berat’ di kalangan bankir yang harus diikuti dengan sosialisasi dengan tulisan-tulisan yang bahasanya mudah dicerna agar isu ‘berat’ itu bisa lebih ‘ringan’ dipahami. Sekali lagi kami doakan selalu sukses untuk Ibu Gayatri.

***

Pembaca yang budiman,

Untuk edisi kali ini, redaksi menampilkan pembahasan mengenai kinerja badan usaha milik negara selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla yang akan berakhir tahun ini. Sejak akhir 90-an pembahasan dan perhatian mengenai kinerja badan usaha milik negara (BUMN) memang mencapai tahap yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penyebab utamanya adalah ditunjuknya Tanri Abeng yang saat itu terkenal dengan julukan “Manajer Satu Miliar” menjadi Menteri Pemberdayaan BUMN.                 Sejak itu performa dan strategi bisnis BUMN mendapat perhatian serius dari publik.

Dua dekade berlalu, perhatian itu terus meningkat. Bahkan ide holding yang dicetuskan Tanri Abeng waktu itu tetap dipakai dan pada pemerintahan ini sedang dikebut. Bahkan Menteri BUMN saat ini mengatakan akan merampungkan pembentukan delapan holding BUMN hingga April ini. Hal itu seolah menegaskan ambisi lain dari pemerintahan yang sedang menggalakkan proyek infrastruktur ini.

Hal itu tak pelak mendapatkan respons serius masyarakat karena kebijakan yang dilakukan dengan ketergesaan hasilnya akan berisiko. Sementara itu muncul kecurigaan kenapa harus disegerakan pada April sementara DPR sedang membahas Rancangan Undang-Undang Tentang BUMN.

Nah, Majalah Stabilitas  akan menampilkan isu itu dalam laporan utama yang akan Anda baca pada lembar-lembar setelah ini. Pada tulisan pertama akan dibahas secara umum perjalanan BUMN sejak ada isu holding sampai plus minus kebijakan holding saat ini. Juga analisis dari kinerja BUMN saat ini dan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah saat ini.

Selanjutnya akan diulas mengenai utang BUMN yang menjadi dampak dari kebijakan penggarapan infrastruktur. Sebagaimana diketahui pemerintah memberikan skema PMN untuk menggarap infrastruktur, agar APBN tidak terbebani. Akan tetapi strategi ini menyebabkan utang BUMN meningkat. Menurut data BI, selama kurun waktu 2014-2018, utang BUMN sektor nonkeuanganmeningkat 60 persen, dari Rp504 triliun menjadi Rp805 triliun (per September 2018).

Berikutnya juga dibahas dampak kebijakan menggarap infrastruktur kepada sektor swasta. Berdasarkan data, kebijakan tersebut mengancam keberadaan entitas swasta yang juga berada di sektor yang sama yaitu konstruksi. Data Gapensi mencatat sebanyak 37.000 perusahaan kontraktor swasta mengalami kebangkrutan dalam tiga tahun terakhir (2015-2018). Data tersebut dilihat dari penurunan jumlah anggota Gapensi dari sekitar 80.000 saat ini tinggal 43.000 anggota

Pada tulisan berikutnya juga akan ditampilkan bagaimana BUMN berkorban atas kebijakan dan ambisi pemerintah, misalnya dalam kebijakan BBM Satu Harga. Salah satu BUMN yang menderita adalah Pertamina. Labanya pun menyusut 81% dari Rp 26,8 triliun per triwulan III-2017 menjadi hanya Rp 5 triliun per triwulan III-2018. Lalu bagaiman di sepanjang 2018?

Pada bagian akhir juga akan diulas strategi BUMN yang memilih memperbanyak anak usaha bahkan cucu dan cicit usaha. Pilihan ini dinilai kontraproduktif karena membuat bisnisnya menjadi tidak efisien karena seringkali cucu dan cicit usahanya itu tidak sesuai dengan core business-nya.

Terakhir kami ucapkan selamat membaca.

Klik tombol berikut ini untuk memesan edisi digital Majalah Stabilitas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BACA JUGA

Related Posts

TERPOPULER

Terbaru

STABILITAS CHANNEL

00:00 / 00:00
Momen Masuknya "Penyusup" ketika Direktur Goj...
Now Playing
Strategi Merger dan Akuisisi : Tantangan Prak...
Now Playing
KETULUSAN GOOD CORPORATE CITIZEN : Head of Co...
Now Playing
JURUS ALL OUT KELOLA REPUTASI PERUSAHAAN SAAT...
Now Playing
PARADIGMA BARU STRATEGI PR DI MASA PANDEMI : ...
Now Playing
PR HARUS BERUBAH. Bagaimana Mengelola Reputas...
Now Playing
WASPADAI PERUBAHAN KONSUMEN DAN PERUBAHAN BIS...
Now Playing
PERENCANAAN STRATEGIS BANK ERA COVID-19
Now Playing
KUNCI BERTAHAN: KEMAMPUAN BERADAPTASI. Cara b...
Now Playing
DARI ENVISAGE MODEL SAMPAI PSAK 71: CARA MENG...
Now Playing

TWITTER STABILITAS

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.