DALAM situasi pemilihan umum, seperti di Indonesia sekarang ini, wajar saja bila ada negara dan perusahaan yang menunda kerjasama diplomatik atau kerjasama bidang ekonomi, seperti investasi dan penanaman modalnya. Mereka cenderung menghindari risiko politik yang mungkin terjadi karena menganggap situasi demikian penuh dengan risiko ketidakpastian, kerawanan keamanan, konflik dan gesekan massa pendukung capres tertentu.
Risiko politik adalah kerugian yang diderita oleh suatu negara, industri, perusahaan, atau investor yang disebabkan karena terjadinya faktor risiko seperti perubahan situasi politik dan keputusan strategis suatu negara yang terkait dengan faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Terdapat dua tingkatan risiko politik, yaitu risiko politik mikro dan makro. Risiko politik mikro hanya terjadi dan terfokus pada risiko suatu industri, perusahaan, investasi, atau proyek tertentu saja. Risiko ini merupakan bagian dari risiko operasional dari perubahan lingkungan bisnis mereka.
Manajemen risiko politik mikro lebih sederhana daripada manajemen risiko politik makro. Risiko politik mikro dapat dikendalikan dengan cara mengubah dan mengalihkan investasi ke tempat dan bentuk lain, atau mencari mitra kerja lokal yang menguasai peraturan dan kebijakan, serta lingkungan setempat. Bila industri tertentu yang terkena risiko politik mikro, alternatif yang tersedia adalah mencari industri dengan tingkat risiko politik yang dapat diterima. Bila perusahaan tetap masih terekspos risiko politik yang tinggi, maka membeli polis asuransi risiko politik adalah solusinya, guna mengurangi tingkat kerugian.
BERITA TERKAIT
Risiko politik makro lebih sulit dikendalikan dan dimitigasi, karena bila negara tujuan investasi tertimpa kejadian politik yang ekstrem (seperti aksi terorisme, atau pergantian kepemimpinan nasional yang mengubah kebijakan politik luar negeri) maka kejadian-kejadian tersebut hanya menyisakan investor dan pemodal dengan strategi keluar (exit strategy) yang terbatas.
Risiko politik makro nyaris memiliki dampak yang sama terhadap seluruh pelaku/organisasi di suatu negara. Selain mencakup country risk, risiko politik makro juga bersumber dari akumulasi dan gabungan kejadian politik di tingkat lokal, nasional, dan kawasan yang saling terkait. Kejadian politik di tingkat lokal dapat pula merembet dan mempengaruhi pemangku kepentingan di tingkat makro.
Manajemen Risiko
Proses manajemen risiko politik dimulai dengan identifikasi risiko, kemudian pengukuran risiko, mitigasi risiko dan akhirnya secara menyeluruh dilakukan pengendalian risiko. Pada identifikasi risiko, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyusun taksonomi jenis-jenis risiko politik dan faktor risiko yang berdampak pada perusahaan. Sehingga diperoleh peta risiko yang signifikan mempengaruhi perusahaan, baik pengaruh negatif maupun positif yang membuka peluang perusahaan memperoleh keuntungan (return).
Hasil identifikasi risiko harus mampu menjawab bagaimana faktor risiko dapat mempengaruhi pencapaian tujuan dan target perusahaan. Langkah pengukuran risiko dilakukan dengan menggunakan analisis berbagai skenario risiko politik, yang jenis dan faktor risikonya berasal dari hasil identifikasi dan pemetaan risiko. Setiap skenario diuji dan dilakukan simulasi berapa besarnya dampak kerugian bisnis yang diderita pada setiap skenario.
Penilaian dan pengukuran dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Metode sederhana yang lazim digunakan adalah analisis arus kas yang dihitung nilai saat ini (net present value). Hasil analisis digunakan untuk menetapkan toleransi risiko perusahaan.
Kemudian, bila identifikasi dan pengukuran risiko telah dilakukan, perusahaan melanjutkan dengan proses pengendalian risiko, berupa sistem yang efektif untuk mengeksekusi manajemen risiko politik secara aktif. Tahap pertama adalah pencocokan metode manajemen risiko potensial dengan risiko-risiko prioritas yang telah diidentifikasi perusahaan. Seperti kita ketahui bahwa prioritas penanganan risiko dilakukan berdasarkan pada peluang terjadinya risiko (frekuensinya rendah atau tinggi) dan dampak kerugian terjadinya risiko (kecil atau besar).
Tahapan selanjutnya, penetapan tindak lanjut proses manajemen risiko yang berupa mitigasi risiko yang telah teridentifikasi dan terukur. Berbagai program mitigasi risiko yang dihasilkan adalah berupa tindak lanjut identifikasi risiko dan pengukuran risiko.
Dimulai dengan yang paling sederhana dan dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri, yaitu pertama program penanganan risiko politik secara ad-hoc. Program mitigasi risiko ini dibuat bila perusahaan telah terlanjur menanamkan investasinya di suatu negara, padahal kebijakan pemerintah host country berubah secara drastis. Manajemen perlu menyiapkan strategi cut loss dan exit strategy yang tepat, karena opsi yang tersedia dalam situasi ini tidak banyak.
Kedua, program diversifikasi risiko politik mengacu pada filosofi manajemen risiko bahwa “jangan menaruh seluruh telur anda pada satu keranjang”, tepat digunakan untuk melakukan diversifikasi risiko politik. Setiap negara memiliki profil risiko politik yang unik dengan peluang keuntungan (return) tertentu. Sebagai contoh, negara berkembang dengan praktik demokrasi dan kompetensi berpolitik yang masih rendah (country risk yang tinggi), memiliki profil risiko politik yang tinggi.
Namun demikian, negara dengan risiko politik tinggi tidak jarang memiliki profil struktur biaya investasi yang lebih murah. Misalnya biaya buruh dan tenaga kerja, sumberdaya alam yang melimpah, perizinan yang mudah. Oleh karena itu, analisis kelayakan investasi, lengkap dengan stress test dan simulasi opsi strategic business unit untuk setiap negara tujuan investasi menjadi suatu keharusan.
Ketiga, pembelian polis asuransi risiko politik guna mentransfer risiko politik perusahaan kepada pihak asuransi dan reasuransi yang handal, serta berpengalaman menjamin kerugian jenis risiko politik yang teridentifikasi memiliki frekuensi kejadian yang jarang namun dengan dampak kerugian yang sangat tinggi. Perlindungan yang diberikan berupa penggantian fasilitas, infrastruktur dan komponen neraca perusahaan yang dipilih, ketika risiko politik benar-benar terjadi.
ERM
Risiko politik sangat terkait dengan risiko-risiko lainnya, terutama risiko bisnis, hukum, reputasi, dan risiko stratejik, sehingga para ahli menyarankan agar manajemen risiko politik diintegrasikan dalam sistem pengendalian risiko perusahan yang terpadu (Enterprise Risk Management/ERM). Tujuannya agar seluruh dampak risiko dapat diantisipasi dengan baik. Selain itu bertujuan agar limit risiko dapat ditetapkan dengan tepat sehingga tidak ada risiko prioritas yang tertinggal dan tidak ada pula risiko yang dihitung ganda. Juga agar dapat menghemat premi asuransi, karena polis yang diterbitkan oleh asuradur menjamin jenis risiko yang lebih tepat (risk-based coverage).
Tujuan selanjutnya, khusus buat perusahaan yang baru mulai (start up company), agar bisa tetap beroperasi di lokasi dengan risiko politik yang signifikan, karena telah memiliki mitigan yang tepat. Dengan menetapkan kerangka manajemen risiko politik yang sistematis, menyeluruh, terpadu dalam ERM, perusahaan diharapkan memperoleh kepercayaan pasar yang lebih baik.
Manajemen risiko politik yang tepat dan yang diintegrasikan ke dalam ERM membuka peluang suatu negara atau perusahaan meraih berbagai manfaat. Antara lain proses pengambilan keputusan yang lebih efektif, proteksi nilai investasi, peningkatan kinerja keuangan dan non-keuangan sesuai yang ditargetkan sehingga nilai perusahaan pun akan meningkat.
Akhirnya, kita bisa mengambil analogi hasil penelitian “penerapan tata kelola yang baik” dengan “penerapan manajemen risiko yang baik”. Perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance (GCG) yang konsisten, terbukti memperoleh nilai saham yang lebih baik (premium), walau pun kinerja keuangan mereka hampir sama. Dengan demikian penerapan manajemen risiko politik yang tepat dapat menjadi faktor pembeda antara perusahaan satu dengan lainnya.***