WASHINGTON DC, Stabilitas- Menghadiri Launching New Publication: “Scaling Up Investment for Sustainable Urban Infrastructure: A Guide to National and Sub-National Reform” yang diselenggarakan World Resource Institute (WRI) di Washington DC, Jumat (12/4), Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkembang pesat pada periode 1996-2016, namun tidak sekuat Tiongkok dan negara Asia Timur dan Pasifik lainnya.
“Hal ini disebabkan sulitnya akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar, mengingat angka pemenuhan kebutuhan dasar di Indonesia masih di bawah angka pertumbuhan penduduk perkotaan, juga masih lebih rendah dibanding negara tetangga di sekitar Asia Tenggara.”kata Bambang.
Bambang menambahkan, kebutuhan dasar di sini bukan hanya akses terhadap air dan sanitasi, namun mencakup tempat tinggal dan transportasi. Menteri Bambang menilai, publikasi yang diterbitkan WRI sangat bermanfaat untuk menjadi panduan bagi pembangunan di tataran nasional maupun regional.
“Publikasi ini sangat penting bagi Indonesia yang notabene adalah negara desentralisasi, mengingat cukup tingginya tingkat ketergantungan pemerintah lokal dan provinsi terhadap APBN dan APBD. Pemerintah lokal membutuhkan strategi yang lebih baik untuk menggaet investasi yang berguna bagi infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Menurutnya, pada 2045, Indonesia, sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia, akan memiliki populasi yang diproyeksikan bertambah 65,9 juta jiwa jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pada 2015 dan 67,1 persen di antaranya tercatat akan tinggal di kota. Saat ini, Indonesia memiliki 10 area metropolitan yang berkontribusi sebesar 30 persen terhadap PDB 2017. “Ibu kota Jakarta bahkan menyumbang 12,81 persen dari PDB, namun dengan konsekuensi, misalnya biaya ekonomi hasil dari polusi udara sebesar 28 triliun per tahun, kesempatan ekonomi yang hilang karena macet yang mencapai lima miliar per tahun, hingga satu dari tiga anak atau 27,5 persen dari total keseluruhan anak Indonesia mengidap stunting yang dihasilkan kurangnya infastruktur dasar dan malnutrisi.”paparnya.
Di populasi perkotaan pada umumnya, setiap satu persen pertambahan populasi perkotaan, PDB per kapita naik tiga persen dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Namun di Indonesia, pertambahan yang sama hanya mampu menambah 1,4 persen kenaikan. Jika Indonesia tidak waspada akan kebijakan kependudukan, bukan tidak mungkin urbanisasi tanpa pertumbuhan ekonomi akan terjadi. Penyebab utama dari kondisi tersebut adalah kurangnya infrastruktur dasar, juga akses terhadap air dan sanitasi, perumahan layak, hingga transportasi mumpuni.
“Untuk merealisasikan pertumbuhan berkelanjutan di area perkotaan, sesuai dengan Visi Indonesia 2045, Indonesia harus cermat dalam menerapkan kebijakan terkait regulasi, kolaborasi pemerintah daerah dan sektor lainnya, serta integrasi sistem perencanaan, penganggaran, dan pendanaan yang baik. Prosesnya harus digital sehingga mampu menekankan efisiensi pelayanan kepada masyarakat perkotaan,” tutur Menteri Bambang.
Selain itu, Pembangunan Rendah Karbon (PRK) yang mendorong pengurangan efek rumah kaca sebesar 43 persen pada 2030 juga menjadi instrumen penting dalam mewujudkan pembangunan perkotaan yang baik. Di Jakarta misalnya, dengan penerapan konsep bangunan hijau, konsumsi energi menurun 853.914 MWh per tahun.
“Indonesia juga harus memiliki perencanaan pembangunan perkotaan yang ditargetkan untuk penyebaran pertumbuhan ekonomi, serta penciptaan keseimbangan dan penurunan ketimpangan antarwilayah. Perencaan regional seperti ini hanya akan sukses jika tema pembangunan disesuaikan dengan sektor yang sedang maju di daerah bersangkutan serta rencana pembangunan yang terintegrasi dan spasial. Yang juga tak kalah penting adalah strategi pendanaan infrastruktur perkotaan yang kreatif, seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA), serta pendanaan alternatif dengan bujet non-pemerintah lainnya, seperti pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya, keuangan Islam, dan obligasi jangka panjang,” pungkas Menteri Bambang (Is)