Terhadap China, Napoleon Bonaparte pernah berkata, “Ici repose un géant endormi, laissez le dormir, car quand il s’éveillera, il étonnera le monde” (Di sinilah seekor raksasa tertidur, biarkan dia tidur, karena ketika dia terbangun, ia akan mengejutkan dunia). Bagaimanapun, Bonaparte boleh dibilang mampu memprediksikan China di masa depan, jika melihat kondisi sekarang.
Sejak mereformasi ekonominya pada akhir tahun 70-an, ekonomi China telah meningkat empat kali lipat dan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, bahkan sempat mencapai dua digit. Dan kini, China adalah negara eksportir terbesar di dunia, meski pada 2009, runtuhnya pasar ekspor internasional yang disertai krisis finansial global telah berdampak pada perdagangannya.
China tentu tidak ingin posisinya hanya bertahan ‘seumur jagung’. Oleh karena itu sejak beberapa tahun lalu pemerintah Negeri Tirai Bambu itu merancang kebijakan yang bisa melanggengkan kekuatan ekonominya. Salah satu program dari pemerintah yang dipublikasikan sejak 2013 adalah pembangunan kembali Jalur Sutra, yang berabad lalu memang menjadi andalan China dalam berdagang dengan pihak luar.
BERITA TERKAIT
Pada 7 September 2013 Presiden Xi Jinping, China menegaskan pembangunan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (Silk Road Economic Belt) di Kazakhstan pada 7 September 2013. Berselang tiga minggu kemudian, di hadapan parlemen Indonesia di Jakarta, Xi mengemukakan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 (21st Century Maritime Silk Road).
Kedua konsep ini, yang digabungkan menjadi inisiatif Satu Sabuk dan Satu Jalur (One Belt One Road/ OBOR), adalah desain akbar untuk menghubungkan negeri-negeri yang dilintasi rute perdagangan bersejarah, mulai dari Asia Tengah hingga Eropa dan Afrika, mulai dari Asia Tenggara hingga Jazirah Arab. Indonesia dan Kazakhstan disebut-sebut sebagai dua negara yang diharapkan menjadi poros utama bagi kebangkitan Jalur Sutra Baru itu.
Penilaian itu tidaklah berlebihan jika melihat animo China dalam ‘mengirimkan’ dana-dananya ke Indonesia sejak Presiden Joko Widodo berkuasa. Segera setelah pelantikannya, pada November 2014, Presiden Jokowi memaparkan lima pilar utama untuk menjadikan Indonesia “Poros Maritim Dunia”. Di antaranya adalah komitmen untuk mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dengan membangun Tol Laut, pelabuhan laut dalam, logistik, industri perkapalan, serta pariwisata bahari. Program Jokowi ini pun sejalan dengan mimpi China membangkitkan kembali Jalur Sutra.
Dalam pidatonya di KTT APEC di Beijing, 8-12 November 2014 lalu, Presiden Jokowi meminta agar negara-negara Asia Pasifik datang dan menanamkan modalnya di Indonesia. Tawaran ini pun direspons sangat antusias oleh China yang langsung membuat rencana investasi besar-besaran di Indonesia.
Makin Hangat
‘Kemesraan’ hubungan RI-China pun masih sangat kentara sampai kini. Ketika insiden Natuna di mana kapal China melakukan manuver di perairan RI, pemerintah menanggapinya biasa saja. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla setelah insiden itu bertolak ke China untuk menghadiri sebuah forum bisnis.
Pada hari keduanya di China, Wapres menyempatkan diri bertemu dengan perusahaan-perusahaan yang berminat investasi di Indonesia. “Ada tiga perusahaan besar. Satu akan investasi, satu sudah investasi tapi akan mengembangkan,” jelas Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, salah satu pejabat yang ikut rombongan JK.
Ketiga perusahaan itu adalah Shanghai Electric, China Fortune Land Development (CFLD), dan Virtue Dragon. Sesuai dengan namanya, Shanghai Electric bergerak di bisnis pembangkit listrik, CFLD bergerak di bisnis pengembangan wilayah, dan Virtue Dragon berbisnis sumber daya energi.
Franky mengatakan bahwa CFLD berminat investasi 1,5 miliar dollar AS di Indonesia. Niat investasi itu, sejauh ini, dinilai serius karena CFLD sudah mulai menjajaki mitra kerja sama di Indonesia. “Sudah dibahas sejak beberapa waktu lalu. Mereka ingin membuat kawasan industri terpadu. Ada 40 kawasan terpadu di China dan hampir semua provinsi,” ujar dia.
Franky menyebutkan lokasi kawasan industri terpadu yang hendak dibangun CFLD belum bisa diungkap untuk saat ini. Namun, besar kemungkinan akan berada di Banten, Jawa Barat. “Rencananya, tenant-tenant mereka pun akan dibawa ke sana,” ujar Franky.
Sementara itu, Shanghai Electric, akan investasi 2 miliar dollar AS. Virtue Dragon, kata Franky, diketahui akan berinvestasi dalam wujud smelter di Sulawesi.
Dari gambaran tersebut, bisa dibilang saat ini China serius menjalankan Jalur Sutra abad 21-nya ke Indonesia. Data BKPM mencatat rencana investasi penanaman modal asing sepanjang 2015 paling banyak berasal dari China.
Pengajuan izin prinsip dari China selama 2015 mencapai Rp277,59 triliun atau 22,96 persen dari total izin prinsip penanaman modal asing (PMA) atau naik
Laporan aporan Utamatama 67 persen dibandingkan dengan tahun 2014 Rp166,21 triliun. Keseluruhan pengajuan izin prinsip PMA senilai Rp1.208,8 triliun.
Sektor yang paling diminati investor asal China, sebut BKPM, lebih banyak terfokus pada sektor infrastruktur. Investor China mengajukan rencana investasi terbesar pada sektor kelistrikan yang mencapai Rp150,89 triliun atau 54,36 persen dari total rencana investasi.
Kemudian, sektor angkutan kereta api sebesar Rp73,9 triliun atau 26,62 persen dan sektor industri logam dasar Rp16,78 triliun atau 6,04 persen. Selanjutnya, sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran sebesar Rp13,96 triliun atau 5,03 persen serta sektor perdagangan sebesar Rp9,32 triliun atau 3,36 persen.
Masih menurut data BKPM, pertumbuhan realisasi investasi PMA asal China, termasuk Hongkong, di tahun 2015 meningkat 7,58 persen. Tercatat, realisasi investasi asal China pada tahun 2014 tercatat sebesar 1,56 miliar dollar AS meningkat dari capaian sebelumnya 1,45 miliar dollar AS.
Selain itu, minat investasi asal Negara Tirai Bambu itu tercatat sebesar 22,2 miliar dollar AS pada periode yang sama. Angka itu mengambil porsi 22,97 persen dari seluruh minat PMA yang masuk sebesar 96,64 miliar dollar AS.
Deputi Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal, Azhar Lubis menyebut, faktor testimoni atau informasi kesuksesan berinvestasi yang menyebar dari mulut ke mulut antar investor China, jadi alasan minat investasi dari negeri Tirai Bambu ke Indonesia melonjak tajam. “Semakin ke sini semakin banyak success story, bahwa ternyata Indonesia nggak susah. Awal investor datang kan how to do business, akhirnya ke sini-sini sudah tahu bebaskan lahan, sudah tahu layanan izin 3 jam, urus IMB, sudah tahu ada BKPM,” ungkap Azhar.
Menurut Azhar, perilaku ini berbeda dengan investor Jepang dan Korea Selatan yang masing-masing minat investasinya hanya tumbuh 30 persen dan 318 persen. Dari sisi porsi total investasi pun, Jepang hanya menyumbang 1 persen, sementara Korea Selatan 2 persen, jauh di bawah China sebesar 23 persen.
“Jadi jangan bandingkan sama Jepang dan Korea Selatan yang sudah 40-an tahun. Kalau China kan baru mulai 5 tahunan, akhirnya semakin banyak investor China yang tahu dengan adanya success story,” ujarnya.
Saat promosi ke China misalnya, BKPM mengikutsertakan pengusaha China yang sukses berbisnis di Indonesia. Dengan cara ini, calon investor lebih percaya karena yang berbicara adalah sesama investor. “Makanya kalau ke luar negeri, seperti ke China kita bawa pengusaha China ke sana buat testimoni pakai Bahasa China tentang success story mereka. Kalau yang ngomong sesama pengusaha kan riil,” paparnya.
Gelombang investor China –yang belum akan berhenti–ke Indonesia tampaknya makin menandai bahwa ‘raksasa’ yang disebut Napoleon memang tengah bangkit, dan seharusnya ini tidak membuat ekonomi RI tertidur.