BERITA TERKAIT
Peran penting CRO (Chief Risk Officer) dalam manajemen organisasi tidak diragukan lagi. Hanya saja, peran penting CRO tersebut juga terus mengalami perubahan sejalan dengan tantangan besar yang dihadapi bisnis, khususnya akibat krisis ekonomi. Sebagai contoh, laporan riset yang dipublikasikan Ernst & Young (EY) tahun 2008 –bersamaan dengan krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan Eropa– menyebutkan peran CRO adalah “menyusun kerangka agenda risiko bagi manajemen senior dan bertindak sebagai pemimpin utama bagi para profesional risiko di lini depan perusahaan”.
Namun, setelah 2008, peran penting CRO telah berubah. Kendati masih memainkan beberapa peran dalam manajemen risiko, tetapi kebanyakan CRO tidak lagi terlibat secara penuh dalam keputusan terkait risiko. Saat ini, CRO bersama-sama dengan tim pakar risiko umumnya terlibat melalui rantai pelaporan. Hal itu tercermin pada hasil survey Ernst & Young 2012, di mana 58 persen mengatakan harus menyampaikan laporan kepada Chief Executive Officer dan Komite Risiko (dual reporting). Sebanyak 90 persen CRO memiliki akses langsung kepada Dewan Komite Risiko, dan 89 persen CRO bertemu secara regular dengan Dewan Komite Risiko. Kebanyakan staf risiko di unit bisnis kini melapor kepada Group Risk – satu hal yang juga sangat berbeda dibandingkan era sebelum krisis.
Tanggung jawab dan keterlibatan CRO mencakup seluruh aspek bisnis, termasuk strategi, pengembangan produk, akuisisi, dan kompensasi. Adapun risiko kredit, risiko likuiditas, dan selera risiko (risk appetite) dilaporkan menjadi prioritas utama mereka. Secara umum ada 15 daftar risiko yang menjadi fokus perhatian para CRO setiap saat, di mana 3 besarnya diduduki oleh 3 risiko di atas. (lihat tabel)
Dalam manajemen risiko, para CRO menggunakan uji tekanan (stress testing) sebagai sebuah alat manajemen strategis. Para CRO harus mampu memperkuat strategi, sistem, dan prosedur dari uji tekanan tersebut. Mereka mengakui bahwa uji tekanan merupakan alat bantu yang sangat berharga dalam mengendalikan bisnis menghadapi kondisi ekonomi global yang bergejolak. Uji tekanan ini, bahkan, mereka lakukan melampaui persyaratan yang ditetapkan oleh regulator.
Sebagian besar CRO memfokuskan pekerjaan untuk mengintegrasikan uji tekanan pada level grup dari organisasi. Mereka juga mengembangkan inisiatif untuk bergerak ke luar dari uji tekanan yang bersifat terpisah-pisah menjadi model terpadu dengan membuat skenario tekanan terhadap seluruh kelas risiko secara global dengan konsisten.
Hal ini bertujuan untuk melakukan uji tekanan dari aktivitas yang bersifat ad hoc menjadi lebih terlembagakan. Selama ini, uji tekanan paling lazim dilakukan terhadap risiko kredit, tetapi belakangan ini meluas kepada risiko likuiditas, risiko pasar, risiko terkait mitra, dan risiko operasional. Kebanyakan CRO kini menggunakan beberapa metode dalam uji tekanan.
Sebanyak 76 persen CRO mengaku menyusun rencana skenario mencakup negara-negara dan unit-unit bisnis serta menghitung pengaruhnya terhadap setiap portofolio dan lini bisnis. Sementara itu 55 persen melakukan uji tekanan menggunakan model Internal-Rating Based (IRB) untuk portofolio kredit; 48 persen menggunakan model IRB untuk sub-portofolio, dan 29 persen menggunakan model modal ekonomi (economic capital model) untuk mendapatkan keyakinan pada level yang lebih tinggi.
Perencanaan skenario makin menjadi alat penting bagi dewan direksi dan manajemen senior untuk asesmen keseluruhan faktor pasar dan stabilitas ekonomi makro. Para eksekutif meyakini bahwa penggunaan output dari proses perencanaan skenario merupakan komponen sangat penting dari perencanaan bisnis. Mayoritas CRO mengindikasikan bahwa mereka telah meningkatkan derajat pentingnya seluruh aspek risiko potensial terkait dengan tipe, bisnis, dan geografis.
Para eksekutif perusahaan melihat pentingnya kolaborasi unit bisnis untuk bisa dengan tepat mengidentifikasi tekanan-tekanan utama yang perlu diketahui dari setiap unit. Bentuk kolaborasinya bisa dengan membuat grup dan forum lintas fungsi secara khusus, yang berfungsi pula sebagai pemikir terhadap semua keadaan yang terus berubah.
Mereka menggunakan uji tekanan terbalik untuk menguji kombinasi dari faktor-faktor yang bisa menyebabkan kegagalan bisnis. Uji tekanan, menurut para eksekutif, sangat membantu dalam mengidentifikasi konsentrasi risiko dan interaksi antar risiko serta paparan risiko yang bisa mengancam keberlangsungan
perusahaan.
Atas dasar itu pula, mendesain dan melaksanakan uji tekanan menjadi tantangan utama bagi CRO dan para eksekutif perusahaan. Skenario yang dibuat jangan mengada-ada, terlalu kompleks, tidak realistis, dan terlalu sulit untuk dianalisis serta dimanfaatkan secara efektif.
“Tantangan utama yang kami hadapi adalah menetapkan skenario-skenario yang bertanggung jawab terhadap pencapaian outcome, dan melakukan asesmen saling keterkaitan atau kondisi alamiah sistemik dari sebuah kejadian yang bisa menghasilkan beberapa kejadian yang tidak diharapkan atau hal-hal merugikan lainnya,” ujar seorang CRO kepada EY.