Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengarahkan bank asing yang masuk ke pasar Indonesia untuk segera menyalurkan pinjaman kreditnya di sektor konstruksi dan pertanian seperti proyek pembangunan irigasi. Sementara porsi kredit konsumsi harus dikurangi.
Deputi Komisioner OJK Bidang Pengawasan Perbankan, Mulya E. Siregar menyebutkan, sejauh ini portofolio kredit perbankan ke sektor konstruksi dan pertanian masih kurang dari 6 persen. “Jadi misalkan kalau ditanya bagaimana dengan kredit konstruksi, maka saya katakan bahwa bank kita tidak mempunyai expertise (keahlian). Jadi, tidak usah dipaksakan,” ujar Mulya usai membuka Seminar Stabilitas-LPPI dengan Tema ‘Tantangan Besar Menajemen Anti Fraud Perusahaan 2015’ di Ritz Carlton Hotel, Mega Kuningan Jakarta, Rabu (11/3).
Menurut Mulya, seandainya ada perbankan asing yang memiliki keahlian di dalam menyalurkan kredit di sektor konstruksi dan pertanian, maka OJK mempersilahkan bank asing tersebut untuk masuk ke sektor-sektor itu. “Why not, daripada memaksakan bank-bank kita menyalurkan terus ke sektor ini, dan pada akhirnya nanti malah terjadi NPL (kredit macet) akan naik. Buat apa,” tukasnya.
Dengan begitu, nantinya perbankan nasional dapat belajar dari bank asing yang memiliki kemampuan dalam membiayai sektor konstruksi dan pertanian. “Suatu saat transfer knowledge akan berjalan. Tapi, bank asing jangan ke Indonesia hanya untuk membiayai kredit konsumsi,” ucap Mulya.
Bank asing diharapkan bisa memberikan kontribusi terhadap perekonomian domestik, terutama di sektor-sektor yang masih lemah. “Di Peraturan Bank Indonesia (PBI) bank asing harus berkontribusi dalam perekonomian nasional,” tutupnya.
Asing – Syariah
Masih terkait bank asing, Mulya mengatakan, rencana Malayan Banking Berhad (Maybank) untuk menggabungkan bisnis syariahnya di Indonesia, yakni PT Maybank Syariah Indonesia (MSI) dengan unit usaha syariah dari PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) atau BII Syariah, hingga kini belum ada langkah konkritnya.
Mulya mengatakan, pihak Maybank sudah sempat menyampaikan niatannya tersebut ke pihak regulator. “ Tapi kita belum lihat akan ada langkah yang jelas,” ujar Mulya. Lebih lanjut Mulya menegaskan, bahwa kedua bisnis usaha syariah milik Maybank tersebut belum akan melakukan pemisahan usaha dalam waktu dekat ini. “Waktunya masih lama, belum akan spin-off,” tukas dia.
Wacana penggabungan ini sendiri sudah muncul sejak 2011 silam. Namun, niatan tersebut masih terbentur kepemilikan saham Maybank Syariah Indonesia, dimana proses perpindahan seluruh sahamnya berlangsung di luar perkiraan.
Selain MSI, Maybank juga memiliki kepemilikan saham di BII, yang memiliki unit usaha syariah untuk menggarap pasar syariah di Indonesia. Penyatuan MSI dan unit usaha syariah BII diharapkan bisa memperbesar lingkup bisnis dalam menghadapi persaingan di pasar syariah.