Jakarta – Hingga 7 November 2011 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja negara tahun 2011 mencapai Rp 912,08 triliun atau 69,1 persen dari belanja negara yang dianggarkan untuk tahun ini sebesar Rp 1.320,75 triliun. Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 594,69 triliun atau 65,5 persen dari anggaran sebesar Rp 908,24 triliun.
”Dari tahun ke tahun itu pola penyerapan itu seperti ini, selalu dari awal tahun ini Januari masih rendah sekali, mulai naik di Februari, atau Maret, Mei sekitar 20 persen, kemudian pada Agustus sekitar 40 persen, pada Oktober 60 persen, November naik 70 persen, dan Desember itu 90 persen lebih,” tutur Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Agus Suprijanto kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/11).
Menurut Agus, pola realisasi belanja negara sejak 2008 selalu sama seperti yang dituturkannya. Ia pun optimistis pada tahun ini akan sama seperti itu lagi dan bisa tercapai di atas 90 persen. ”Tahun lalu 31 Desember 2010 itu realisasi penyerapan anggaran itu 94,27 persen, ini belanja,” katanya.
BERITA TERKAIT
Jika dibandingkan dengan 7 November 2010, realisasi belanja pada tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar 66,4 persen atau sebesar Rp 747,44 triliun. Agus mengatakan dengan posisi seperti itu, realisasi belanja negara pada akhir tahun ini bisa mencapai di atas 95 persen atau lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar 94,3 persen. ”Kalau posisinya seperti ini dan saya yakin akan seperti ini, dia bisa sedikit di atas ini, di atas 95 persen untuk belanja negara,” ujarnya.
Lebih lanjut Agus mengatakan bahwa realisasi belanja modal pada tahun ini agak berkurang jika dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Realisasi belanja modal per 7 November 2011 mencapai Rp 57,34 triliun atau 40,7 persen dari anggaran belanja modal Rp 140,95 triliun.
”Tahun lalu 43 persen. Tahun lalu memang lebih tinggi tapi memang kalau dari jumlah uangnya lebih besar karena alokasi dananya lebih besar,” lanjutnya. Agus melihat persoalan penyerapan anggaran belanja modal berada di belanja modal tanah dan bangunan.
Ia menyebutkan sistem pengadaan barang dan jasa serta sistem pembebasan tanah masih menyulitkan penyerapan anggaran belanja modal dilakukan dengan cepat. ”Semua orang kan tahu (undang-undang) pengadaan tanah sampai hari ini belum tuntas. Pengadaan barang dan jasa juga, penunjukan langsung kan hanya sampai Rp 100 juta,” katanya.
Selain masalah pengadaan tanah, belanja modal khususnya belanja modal gedung memang rendah karena pembatasan pembangunan gedung sesuai dengan instruksi presiden.