JAKARTA, Stabilitas.id – Berdasarkan hasil studi dari Harvard di tahun 2020, Perempuan memiliki kemampuan menjadi tokoh kunci dalam suatu organisasi. Untuk itu, peranan mereka perlu ditingkatkan dalam menjadi roda penggerak dalam sebuah organisasi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, saat menyampiakan keynote speechnya dalam seminar Majalah Stabilitas – LPPI dengan tema “The Role of Woman Leadership in Digital Era”, yang berlangsung di The Dharmawangsa Hotel Jakarta, Selasa (23/4/24).
Destry juga mengungkapkan, berdasarkan global report dari World Economic Forum terkait kesetaraan gender di tahun 2023, Indonesia masih menempati peringkat 87 dari total 146 negara. Meskipun begitu, angka tersebut naik dibandingkan tahun sebelumnya, yang mana indonesia menempati posisi 92.
“Mereka menghitung indeks kesenjangan gender global, dan reportnya dikeluarkan tahun 2023, yang mana memang di Indonesia terjadi peningkatan peringkat dibandingkan tahun 2022. Di 2022, Indonesia berada di peringkat 92 dari 146 negara, sedangkan di 2023 kemarin, Indonesia berada di peringkat 87,” jelas Destry.
Ia juga menegaskan, terdapat empat faktor yang menentukkan kenaikan peringkat tersebut, yaitu, kesehatan, pendidikan, partisipasi ekonomi, dan partisipasi politik. Berdasarkan keempatnya, terdapat dua faktor yang membuat Indonesia unggul, yaitu kesehatan dan pendidikan.
“Indonesia dapat menempati peringkat 87, karena utamanya didorong oleh aspek pendidikan dan kesehatan di mana kesetaraan antara perempuan dengan pria itu sudah kurang lebih sama,” lanjutnya.
Sedangkan untuk dua aspek lainnya, Indonesia memerlukan perhatian lebih lanjut terkait partisipasi Perempuan dalam bidang ekonomi. Sedangkan untuk partisipasi Perempuan dalam bidang politk, indonesia mendapatkan skor yang paling rendah dan jauh dibawah indeks.
“Hal ini perlu menjadi perhatian khusus, terutama keikutsertaan Perempuan di bidang ekonomi dan politik. Khususnya politik, karena kita mendapatkan nilai yang rendah, bahkan dibawah indeks, untuk itu perlu pemberdayaan Perempuan pada bidang tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, Destry juga mengungkapkan, tingkat partisipasi Perempuan dalam angkatan kerja, masih relatif rendah, yaitu hanya 53,13%. Berdasarkan hasil analisis World Bank, peningkatan 25% dari jumlah penduduk wanita di Indonesia yang sebanyak 136.000.000 jiwa tersebut, dapat menambah tingkat keterlibatan Perempuan di dunia kerja, menjadi jauh lebih meningkat.
“Diproyeksikan, potensi peningkatan ekonomi Indonesia dapat meningkat 2,9% dari Produk Domestic Bruto, atau senilai 62 miliar Dollar AS,” jelasnya.
Untuk itu, menurutnya Hari Kartini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran Perempuan terhadap pentingnya peran mereka dalam memajukan perekonomian Indonesia, khususnya di era digital ini.
“Sebagai penutup, saya ingin mengutip kalimat dari Ibu Kartini, yang tentunya bisa kita gunakan sebagai motivasi dan pengingat kita bersama. ‘Kemajuan Perempuan menjadi faktor penting dalam peradaban bangsa’. Jadi sebagai woman leader, tanpa adanya kemajuan Perempuan, maka tentunya itu akan mempengaruhi kualitas dari peradaban bangsa,” tutupnya.***