JAKARTA, Stabilitas.id – Bank Dunia telah menurunkan prospek ekonominya untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik. Hal ini merujuk pada perang di Ukraina, meningkatnya inflasi di Amerika Serikat, dan melambatnya pertumbuhan di China.
Kawasan ini diperkirakan akan mengalami pertumbuhan lima persen pada 2022, turun dari perkiraan 5,4 persen pada Oktober. Pendapat ini diberikan World Bank yang berbasis di Washington dalam sebuah laporan yang dirilis pada Selasa lalu.
Dalam laporan tersebut juga dituliskan pertumbuhan bisa saja turun menjadi empat persen jika kondisi memburuk dan tanggapan kebijakan yang tidak efektif oleh pemerintah. Lembaga keuangan internasional menyerukan slogan “Reformasi Berani Kebijakan Fiskal, Kehati-hatian, Perdagangan, dan Inovasi”.
“Sama seperti ekonomi Asia Timur dan Pasifik yang pulih dari guncangan akibat pandemi, perang di Ukraina menghambat momentum pertumbuhan, Fundamental kawasan yang sebagian besar kuat dan kebijakan yang sehat akan membantunya mengatasi badai ini.” kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Manuela Ferro dalam sebuah pernyataan.
Prekonomian China diperkirakan tumbuh sebanyak lima persen tahun ini. Angka ini turun dari yang sebelumnya diperkirakan tumbuh hingga 5,4 persen. Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu, mengalami keterlambatan karena total lockdown yang bertujuan untuk mengendalikan wabah COVID-19, yang dilakukan sejak awal pandemi. Hal ini membebani sektor ekonomi produksi dan permintaan.
Carlos Casanova, ahli ekonomi untuk Asia di UBP di Hong Kong, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa perkiraan turunnya peringkat Bank Dunia mencerminkan angka permintaan yang menurun di China dan kenaikan harga energi.
“Masih terlalu dini untuk menentukan bagaimana gangguan pada rantai pasokan global akan berjalan ke depan, tetapi aman untuk mengasumsikan bahwa inflasi akan tetap di atas target di sebagian besar ekonomi Asia pada 2022, sebelum menurun pada 2023. Dalam hal ini, bulan-bulan terlemah China masih berada di depan kami, tetapi kami memperkirakan titik balik dalam aktivitas perekonomian di bulan Juni, setelah stimulus kebijakan dimulai.” ucap Casanova.
Tim Harcourt, kepala ekonom di Institute for Public Policy and Governance di University of Technology Sydney, mengatakan kepada Al Jazeera ada juga beberapa tanda ekonomi yang menggembirakan di cakrawala.
“Ada tanda-tanda masalah pengiriman mereda dan harga komoditas membaik, jadi itu alasan bagus untuk percaya diri dengan perkiraan Bank Dunia, tetapi eskalasi konflik Rusia-Ukraina dan tekanan inflasi dapat menyebabkan revisi nantinya.” ucap Harcourt.
Kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan mengalami pertumbuhan hingga 4,8 persen. Angka ini juga mengalami penurunan dari yang diperkirakan sebelumnya yaitu 5,2 persen. Sementara itu, di Asia Tenggara, Filipina memiliki prospek terkuat, dengan pertumbuhan diperkirakan mencapai 5,7 persen, diikuti oleh Malaysia, Vietnam, dan Indonesia.***