JAKARTA, Stabilitas.id – Adaro Energi Indonesia Tbk, menempati urutan ke-49 dari 500 perusahaan di Asia Tenggara, dalam daftar Fortune Southeast Asia 500, dan ke-3 di sektor energi dari Indonesia.
Daftar tersebut berisi perusahaan di kawasan Asia Tenggara yang memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro, Garibaldi Thohir, dalam keterangan resminya, pada Jumat (21/6/24).
“Kami merasa bangga dan bersyukur atas pengakuan yang diberikan Fortune kepada Adaro sebagai salah satu perusahaan yang masuk daftar Fortune Southeast Asia 500. Setelah pada tahun 2022 lalu bertransformasi menjadi tiga pilar baru Adaro Energy, Adaro Minerals, dan Adaro Green, kinerja operasional AEI pada tahun 2023 meningkat dan mencerminkan kemajuan luar biasa dalam keunggulan operasional kami,” ungkap Garibaldi.
Ia melanjutkan, dengan transformasi bisnis ini, pihaknya optimis mampu menangkap peluang untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, serta meningkatkan peran Perusahaan berkontribusi dalam pertumbuhan di kawasan Asia Tenggara.
“Fortune Southeast Asia 500, mencerminkan wilayah dinamis dan berubah cepat, di mana ekonominya tumbuh jauh lebih cepat dari Eropa atau Amerika Serikat. Asia Tenggara memiliki signifikansi global yang besar karena banyak Perusahaan multinasional Global 500, memindahkan banyak rantai pasok mereka ke negara di Asia Tenggara,” ungkap Eksekutif Editor Majalah Fortune untuk Asia, Clay Chandler.
Peringkat ini mencakup Perusahaan di tujuh negara kawasan Asia Tenggara, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, dan Kamboja. Adaro menjadi salah satu dari 110 perusahaan Indonesia yang masuk dalam daftar ini.
Kembangkan Desa Wisata
Adaro juga mendorong tercapainya tujuan Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), salah satunya dengan Program Pengembangan Pariwisata Desa Liyu, yang terletak di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Dengan program ini, tercipta destinasi wisata budaya di Desa Liyu dengan tujuan wisata budaya yang diunggulkan, antara lain, Mesiwah Pare Gumboh (Perayaan Rasa Syukur Pasca Panen) dan Festival Melatu Wini yang menampilkan berbagai kegiatan budaya dan tradisi Masyarakat Dayak Deah.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Hariyanto mengatakan, upaya dan inisiatif pengembangan desa berpotensi menjadikan Desa Liyu sebagai destinasi wisata yang dikenal di tingkat nasional dan internasional.
“Pengembangan berkelanjutan dan integrasi dengan kegiatan masyarakat setempat akan menjadi kunci suksesnya Desa Liyu sebagai kunjugan wisata yang menarik,” ujarnya.
Selanjutna, Departemen Head Divisi CSR Adaro Indonesia, Firmansyah, memastikan Adaro selalu memberikan pendampingan dan penguatan adat di Desa Liyu.
“Kami memberikan pendampingan dan penguatan adat kepada masyarakat, sedangkan berkaitan dengan kepariwisataan daerah, Adaro memberikan bantuan peningkatan kapasitas kelembagaan Adat Desa Liyu dalam membentuk desa wisata budaya dan membangun beberapa fasilitas pendukung di lokasi tersebut demi memberdayakan dan meningkatkan ekonomi daerah,” ungkapnya.
Pembangunan sarana prasarana yang dilakukan, di antaranya revitalisasi Balai Adat Desa Liyu, pembangunan Jembatan Gantung Wisata, pembangunan camping ground, pos Kelompok Sadar Wisata, dermaga perahu, fasilitas untuk pengunjung seperti kelistrikan, dan peralatan maupun distribusi air bersih.***