JAKARTA, Stabilitas— Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menanggapi surat terbuka yang dilayangkan oleh Direktur Eksekutif Centre of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman.
Surat terbuka CERI adalah tentang temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan Freeport Indonesia sejak 1974-2018. Akibatnya negara berpotensi merugi sebesar Rp185 triliun. Pada surat itu, CERI menduga Freeport mencemari sungai Aghawagon dan Ajkwa dengan limbah pertambangan atau tailing seluas 230 km persegi. Tailing itu menimbulkan perubahan ekosistem di sungai, hutan, esturia, dan sudah mencapai kawasan laut.
“Untuk dampak perubahan ekosistem akibat limbah (tailing) Freeport yang ditempatkan melalui Sungai Aghawon dan Sungai Ajkwa, dokumen Amdal sudah ada sejak tahun 1997 yang menjelaskan bahwa untuk kelola limbah, maka dibangun tempat penimbunan yang disebut ModADA (modified ajkwa deposition area) seluas 230 kilometer persegi agar tidak meluber”kata bantah Inspektur Jenderal Kementarian LHK Ilyas Asaad di Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Lebih lanjut, Ilyas menjelaskan, untuk menghindari melubernya tailing maka disisi timur dibangun tanggul sepanjang 54 km dan di sisi barat sepanjang 52 km dengan jarak antara 4-7 km.
“Dengan demikian, maka ModADA telah diperhitungkan dalam Amdal dan/atau izin lingkungan,”paparnya.
Terkait penggunaan kawasan hutan tanpa izin, Ilyas menjelaskan PT FI telah mengajukan surat permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan operasi produksi tembaga dan sarana penunjangnya pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbata melalui surat No. 429/OPD/IV/2015 tanggal 7 April 2015, Surat No. 10218/16.06/VII/2015, tanggal 6 Juli 2015, Surat No. 105325/16.04/XI/2018, tanggal 15 November 2018.
“Untuk ijin pakai sudah ada melalui keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan nomor 590 itu seluas kurang lebih 3810,61 hektar,”pungkas Ilyas.