JAKARTA, Stabilitas – Jika melihat peringkat industri halal di Indonesia dibandingkan negara lainnya, ternyata industri ekonomi syariah Indonesia masih tertinggal, terutama halal food, halal media & recreation, halal farmasi dan kosmetik. Indonesia hanya unggul di industri busana muslim dan travel halal.
Hal ini diakui oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Wimboh Santoso. Menurutnya, hal tersebut di satu sisi menjadi tantangan, tetapi di sisi lainnya ada potensi ekonomi yang besar yang bisa digarap.
“Untuk itu, kini saatnya kita lebih serius untuk menggerakkan roda industri halal kita. Saya berharap MES menjadi roda penggeraknya,” kata Wimboh di acara 5Th Indonesian Islamic Economic Forum (IIEF) dan Silaturahim Kerja Nasional (Silaknas) Pengurus Pusat MES di Jakarta, Kamis, 13 Desember 2018.
Menurut Wimboh, dalam mengembangkan Industri halal, tentunya tidak terlepas dari dukungan peran industri keuangan syariah. Terutama dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan investasi dan modal kerjanya.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, sampai dengan September 2018 industri keuangan syariah masih tumbuh positif. Total aset perbankan syariah mencapai Rp468,8 triliun tumbuh 15,67 persen yoy, dengan market share sebesar 5,92 persen. Untuk total aset industri Keuangan Non-Bank (IKNB) syariah mencapai Rp99,9 triliun, tumbuh 1,39 persen dan total aset Pasar Modal Syariah telah mencapai Rp697,2 triliun.
Sedangkan secara keseluruhan, total aset keuangan syariah kita mencapai Rp1.265,97 triliun, setara dengan 8,58 persen aset keuangan Indonesia. “Pangsa pasar ini masih bisa dan harus kita tingkatkan lagi agar keberadaan keuangan syariah lebih dirasakan masyarakat,” ucap Wimboh yang juga Ketua Dewan Komisioner OJK.
Namun demikian, Wimboh mengakui masih banyak tantangan yang dihadapi untuk untuk mengembangkan perekonomian syariah di Indonesia, khususnya dari sektor jasa keuangan. Tantangan itu antara lain: kapasitas kelembagaan industri keuangan syariah yang belum sepenuhnya kompetitif dan efisien; masih terbatasnya akses terhadap produk dan layanan keuangan syariah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; pangsa pasar industri keuangan syariah yang masih kecil; pesatnya perkembangan fintech yang memberikan tantangan tersendiri; dan terbatasnya pengembangan sumber daya manusia di Industri Keuangan Syariah.