JAKARTA, Stabilitas — Jumlah cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2017 terkumpul 130,2 miliar dolar AS, atau bertambah 4,23 miliar dolar AS dibanding November 2017 karena penerimaan dari penerbitan “global bonds”, serta pajak dan devisa ekspor migas bagian pemerintah.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Agusman melalui siaran pers yang dikutip Rabu (10/1) mengatakan, posisi cadangan devisa tersebut melampaui kebutuhan devisa terutama untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas yang jatuh tempo.
“Posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2017 tersebut cukup untuk membiayai 8,6 bulan impor atau 8,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor,” kata dia.
Bank Sentral, kata Agusman, akan terus menjaga kecukupan cadangan devisa guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Hal tersebut juga didukung perbaikan kondisi perekonomian domestik, kinerja ekspor, dan kondusifnya pasar keuangan global.
Posisi cadangan devisa mencerminkan daya stabilitas nilai tukat rupiah. Selama Desember 2017, jika melihat kurs refrensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor), posisi nilai tukar rupiah relatif stabil di kisaran Rp13.500 per dolar AS.
Jika melihat realisasi 2017, sepanjang tahun lalu, nilai tukar rupiah hanya terdepresiasi 0,78 persen, menurut data hingga 21 Desember 2017. Besaran depresiasi yang di bawah satu persen, menurut Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia, mencerminkan stabilitas nilai tukar rupiah yang semakin terjaga dibanding 2016.
Sedangkan dari tingkat gejolak nilai tukar atau volatilitas rupiah, sejak Januari 2017 hingga pertengahan Desember 2017, volatilitas rupiah di bawah tiga persen. Adapun, tingkat volatilitas rupiah itu sejajar dengan ringgit Malaysia dan peso Filipina yang juga menurun volatilitasnya pada tahun ini dibandingkan tahun lalu.