JAKARTA, Stabilitas–Perhitungan harga pembelian (HPP) gabah dan beras sering tidak sesuai dengan nilai keekonomian usaha tani. Pasalnya asumsi subsidi input yang diberikan pemerintah kepada petani tidak realistis.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), melihat sekalipun harga gabah diatas HPP, namun petani tidak kunjung sejahtera seiring dengan meningkatnya biaya produksi di sektor pertanian.
Direktur INDEF, Enny Sri Hartati mengatakan hal tersebut terlihat dari nilai tukar petani (NTP) Pangan sejak awal 2015 cenderung menurun.
“HPP petani selalu diatas harga petani, berarti seharusnya petani sejahtera dong? Tapi ternyata nilai tukar petani selalu turun. Bahkan survey BPS terakhir petani mendapatkan pendapatan dari taninya hanya 53 persen,”papar Enny pada konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/7).
Pasalnya, sebagian besar petani tidak langsung menerima HPP. HPP lebih banyak dinikmati para tengkulak atau pengepul beras yang memiliki akses jual gabah atau beras ke Gudang Bulog. INDEF menilai perhitungan HPP sebaiknya disesuaikan dengan dinamika di lapangan.
“Harga HPP, pemerintah sering perhitungannya tidak realistik. Mestinya disesuaikan dengan dinamika yang ada di lapangan. Selama ini HPO selalu diatas harga pasaran indikasinya selama beberapa tahun terakhir bulog belum mampu menyerap gabah dari petani,”terang Enny.