JAKARTA, IndonesiaSatu.co — Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mulai banyak dikritisi oleh berbagai kalangan. Dalam pandangan pelaku usaha, misalnya, UU yang selama ini menjadi payung hukum atas kinerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tersebut tidak memiliki azas keadilan dan bahkan rentan memicu penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Hal tersebut lantaran dalam UU Persaingan Usaha diatur bahwa KPPU memiliki fungsi pelaporan, penyelidikan, penuntutan dan sekaligus pemutusan perkara. Dengan terlalu besarnya kewenangan yang bertumpuk di satu atap, dikhawatirkan pula dapat mengikis tingkat kepercayaan pelaku usaha pada pemerintah.
“Saat ini saja denda yang ditetapkan (oleh KPPU) kan tidak jelas perhitungannya. Tudingan kartel secara sepihak membuat teman-teman (pengusaha) takut. Banyak keputusan bisnis yang ditunda. Iklim usaha jadi tidak nyaman lagi,” ujar Ketua Gabungan Pengusaha Pembibitan Unggas (GPPU) Krissantono, dalam pernyataan resminya, di Jakarta, Selasa (1/11).
Jika menurunnya tingkat kepercayaan pelaku usaha tidak segera ditindaklanjuti, menurut Krissantono, bukan tidak mungkin bakal mengganggu minat pengusaha untuk berinvestasi. Hal ini tentu bertentangan dengan semangat pemerintah yang sangat gencar menggenjot aliran investasi baik dari dalam maupun luar negeri.
Pengamat Konstitusi Kesejahteraan, Hermawanto menilai selama ini, proses penetapan sebuah kasus kartel di KPPU dinilai janggal dan dipenuhi dengan ketidaklaziman. Hal ini disampaikan oleh Praktisi Hukum dan.
“Ini bisa digugat ke pengadilan. Ingat bahwa posisi KPPU itu bukan lembaga peradilan. Tugas pokok KPPU itu sebagai wasit yang memastikan persaingan usaha yang sehat. Ini penting untuk terciptanya iklim yang kondusif dalam dunia usaha. Bukan malah seenaknya memperkarakan pihak-pihak yang berperkara,” tegas Hermawanto.