JAKARTA, Stabilitas — PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mengumumkan hasil kinerjanya dalam sembilan pertama tahun 2016 ini. Dalam beragam tolok ukur, kinerja BBTN terbukti melampaui pertumbuhan dari rata-rata industri perbankan nasional. Sebut saja soal perolehan laba bersih.
Hingga 30 September 2016 lalu, laba bersih perusahaan milik pemerintah yang berfokus pada bisnis pembiayaan perumahan tersebut tercatat sebesar Rp1,6 triliun, atau tumbuh sebesar 32,6 persen dibanding capaian laba bersih periode sama tahun lalu yang masih sebesar Rp1,2 triliun. Porsi pertumbuhan laba tersebut jauh di atas rata-rata pertumbuhan industri per Agustus 2016 yang berada di kisaran 9,14 persen.
“Pertumbuhan (laba) ini lebih berasal dari meningkatnya pendapatan bunga bersih dan perolehan fee based income (FBI) yang sangat positif. Kami optimistis bakal dapat mempertahankan laju pertumbuhan ini dan mencapai target pada akhir tahun nanti,” ujar Direktur Utama Bank BBTN, Maryono, dalam paparan kinerja, di kantornya, Jakarta, Senin (24/10).
Tak hanya laba, secara aset BBTN juga mampu tumbuh sebesar 18,8 persen dari semula Rp166 triliun pada triwulan III/2015 menjadi Rp197,3 triliun per 30 September 2016 lalu. Pada saat yang sama, rata-rata pertumbuhan aset industri per Agustus 2016 hanya di kisaran 6,2 persen. Kinerja kredit dan pembiayaan BBTN juga tumbuh 16,9 persen dari Rp131,6 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp153,8 triliun pada 30 September 2016, sedangkan rata-rata industri per Agustus 2016 hanya tumbuh di kisaran 6,8 persen.
Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh 18,5 persen dari Rp124,5 triliun menjadi Rp147,5 triliun untuk perbandingan periode yang sama, padahal pertumbuhan industri hanya di kisaran 5,6 persen. Pendapatan bunga (interest income) pada triwulan III?2016 tercatat sebesar Rp12,8 triliun, tumbuh 12,8 persen Rp11,4 triliun pada triwulan III/2015 lalu. Sedangkan net interest income tercatat Rp5,5 triliun pada triwulan III/2016, meningkat 12,9 persen dibanding posisi sama tahun 2015 yang sebesar Rp5,0 triliun.
“Secara keseluruhan capaian kinerja sangat baik. Meski ekonomi melambat yang membuat pertumbuhan kredit ikut melambat dan persentase kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) meningkat, kami mampu survive dengan mempertahankan tingkat pertumbuhan kredit yang tinggi namun tetap dalam kualitas yang baik,” tegas Maryono.