Setiap ucapan dan harapan adalah doa. Jika ada perusahaan yang meyakini ungkapan itu maka Bank Jateng adalah salah satunya. Bahkan bank tersebut sudah merasakan buah dari keyakinan itu.
Tahun lalu, memang bukan tahun menyenangkan buat pelaku ekonomi dan juga perbankan. Akan tetapi pada tahun di mana pelemahan ekonomi yang membuat banyak orang khawatir akan berubah menjadi krisis itu, kinerja keuangan Bank Jateng malah bersinar.
Bisa jadi manajemen Bank Jateng paham benar bahwa krisis tidak selamanya berimplikasi negatif. Karena dalam bahasa Mandarin kata krisis terdiri dari dua kata: wēi jī yang berasal dari kata wēi xiǎn yang berarti danger atau bahaya, dan jī huì yang berarti chance atau kesempatan. Jadi di setiap krisis walaupun memang memiliki bahaya, namun juga mengandung kesempatan yang menuju kepada harapan.
Memanfaatkan peluang di tengah kesempitan itulah yang dilakukan Bank Jateng untuk meningkatkan performa bisnis dan keuangannya. Pada 2015, tepatnya hingga akhir November, aset, kredit yang disalurkan, serta dana pihak Ketiga bank yang berkantor pusat di Semarang itu terus naik. Total aset banknya orang Jawa Tengah itu juga tumbuh mencapai 14,5 persen atau Rp 48,09 triliun bila dibandingkan posisi pada bulan yang sama di tahun sebelumnya, yang hanya sebesar Rp41,99 triliun.
BERITA TERKAIT
Sementara itu, dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun, meningkat 11,03 persen atau mencapai Rp41,67triliun. Sedangkan kredit yang disalurkan kepada masyarakat mampu menembus Rp30 triliun, tumbuh 16,58 persen. Dengan 41,93 persen kredit disalurkan kepada pelaku usahaproduktif. “Tahun 2015 kami membukukan laba Rp1,15 triliun atau tumbuh 12,01 persen,” ujar Supriyatno, Direktur Utama Bank Jateng.
Pencapaian tersebut membuktikan, pelemahan ekonomi pada 2015, tidak membuat kinerja keuangan Bank Jateng tertekan. Malah dengan landasan itu pula bank yang memiliki visi menjadi Bank Terpercaya, Menjadi Kebanggaan Masyarakat, Mampu Menunjang Pembangunan Daerah ini tetap lebih optimistis menjalani tahun 2016.
Menurut Supriyatno, ada tiga rencana besar yang telah disusun manajemen Bank Jateng untuk melewati 2016 dengan mulus. Pertama, Bank jateng akan tetap memprioritaskan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Selain untuk memenuhi peraturan Bank Indonesia (BI), yaitu bank harus menyalurkan kredit UMKM minimal 20 persen dari total penyaluran pada 2018, rencana ini juga merupakan bagian dari strategi untuk menekan kredit konsumtif. Pada 2015 Bank Jateng menargetkan 18,6 persen kredit disalurkan kepada sektor UMKM. “Mudah-mudahan tahun ini bisa mendekati 20 persen,” ujar pria kelahiran Yogyakarta itu.
Bila mengacu kepada PBI Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti, Bank Jateng berada pada BUKU II dan harus mengalokasikan minimum 60 persen kreditnya untuk sektor produktif. Karena alasan itulah, pada rencana kedua, Bank Jateng menargetkan 60 persen portfolio kredit untuk sektor produktif. “Minimal akan kita capai dalam dua tahun ini,” ujar Supriyatno.
Permodalan
Rencana besar berikutnya adalah permodalan. Paling tidak ada dua strategi yang akan dilakukan manajemen untuk meningkatkan modal. Dengan menambah modal dengan cara organik dan dengan mengundang mitra strategis. “Untuk yang kedua masih terus kami godok formulanya,” kata Supriyatno.
Dengan kinerja yang gemilang, sepertinya Bank Jateng tidak akan menemukan kesulitan untuk meminta setoran tambahan kepada 35 kabupaten/kota yang ada di wilayah Jawa Tengah. Stakeholders sudah memandang Bank Jateng sebagai perusahaan yang menguntungkan karena sudah memberikan return yang cukup tinggi, sekitar 26 persen.
Meski demikian, manajemen tidak hanya mengandalkan strategi organik tersebut. Apalagi bank yang memiliki misi mendukung pertumbuhan ekonomi regional dengan mengutamakan kegiatan retail banking ini menargetkan, paling lambat dua tahun lagi sudah masuk kategori bank BUKU III. Artinya bank harus sudah bermodal inti di atas Rp5 triliun.
Oleh karenanya manajemen tetap merasa perlu mencari strategi alternatif dengan mencari aliansi-aliansi strategis dengan beberapa mitra bisnis, terutama sesama BUMD dan lembaga keuangan lain. “Siapapun mitra bisnisnya, yang penting harus membawa manfaat sebesar-besarnya bagi Bank Jateng,” ucap alumnus UGM tersebut.
Di awal tahun ini, Bank Jateng mengucurkan kredit sebesar Rp 200 miliar untuk proyek PT. Trans Marga Jateng (TMJ) yang mendukung penyelesaian jalan tol Semarang-Solo sepanjang 72,64 km. Supriyatno mengatakan, pembiayaan itu bagian dari plafon kredit Rp 5,1 triliun dengan tenor 12 tahun. ‘’Kami terus mendukung program pemerintah di bidang infrastruktur dengan berpartisipasi dalam kredit sindikasi.’’ tuturnya. Tol Trans Jawa, lanjut dia, merupakan proyek strategis dan masuk skala prioritas pemerintah daerah.
Pinjaman itu direalisasikan setelah TMJ menandatangani perjanjian kredit sindikasi dengan delapan kreditor, diantaranya Bank Mandiri, BNI, BRI, dan Bank Jateng, dan Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Plafon sindikasi digunakan untuk tambahan biaya pengerjaan kontruksi tahap pertama yang meliputi Semarang Bawen dan penyelesaian tahap II Bawen-Solo. Supriyatno menambahkan, jalan tol Semarang-Solo merupakan proyek strategis yang menjadi tugas bersama pemerintah, perbankan, dan pemangku kepentingan lainnya, karena berdampak luar biasa terhadap ekonomi. ‘’Terutama menyangkut arus barang dan arus masyarakat antara dua kota terbesar di provinsi ini,’’ ucapnya.
MEA
Selain tantangan domestik dan internal, Bank Jateng juga sangat concern dengan perkembangan yang terjadi di tingkat regional dan global. Salah satunya adalah pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun ini. Bank Jateng pun sudah menyusun strategi, agar pada pemberlakuan MEA untuk industri perbankan pada 2020 nanti, perseroan benar-benar siap menjadi mitra perbankan global yang ingin investasi ke Jawa Tengah.
Di antara yang ingin disiapkan oleh Bank Jateng adalah human capital dan struktur organisasi. Namun demikian, selain mempersiapkan human capital dengan kompetensi world class, struktur organisasi pun harus dikondisikan agar semakin peka dalam menangkap kebutuhan pasar. “Mudah-mudahan di triwulan pertama sampai kedua tahun ini, struktur organisasi yang lebih market friendly bisa tercapai,” ujar Supriyatno.
Last but not the least, teknologi menjadi faktor selanjutnya yang harus disiapkan. Pentingnya infrastruktur teknologi yang kokoh amat disadari oleh manajemen Bank Jateng. Karena Ke depan, teknologi sudah menjadi tulang punggung bagi Bank Jateng yang akan bertumpu pada kegiatan Transaction Banking. “Dengan permodalan yang kuat, organisasi yang market friendly dan human capital berbasis teknologi, langkah Bank Jateng akan terasa lebih ringan menyongsong era MEA 2020.”(Adv)