Jakarta – PT Mandiri Tunas Finance (MTF), perusahaan pembiayaan hasil joint venture PT Bank Mandiri Tbk dan PT Tunas Ridean Tbk, menargetkan pembiayaan baru sepanjang tahun ini sebesar Rp20 triliun. Untuk mencapai target tersebut, MTF menargetkan pembiayaan dalam 6 bulan ke depan stabil di kisaran Rp1,4 triliun – Rp1,6 triliun setiap bulannya. Target tersebut optimis tercapai seiring dengan program baru yang dirilis MTF bagi nasabah dan dealer yakni ‘1 to 7 Wonders’.
“Setiap bulan pembiayaan kita mencapai Rp1,3 triliun. Puncak rekor pembiayaan kita di Juni 2015 yang mencapai Rp1,527 triliun. Ini yang kita jaga hingga Desember 2015,” ungkap Direktur MTF, Harjanto Tjitohardjojo di Jakarta, Rabu (12/8).
Dia menjelaskan, target tersebut bisa terpenuhi dengan adanya partisipasi MTF dalam dua pameran besar di semester kedua tahun ini, yakni Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) dan Indonesia International Motor Show (IIMS), serta program unggulan MTF yakni ‘1 to 7 Wonders’.
“Untuk GIIAS kita alokasikan 600 unit dan IIMS 300 unit. Jadi total 900 unit dengan nominal pembiayaan sekitar Rp200 miliar,” pungkas Harjanto.
Sementara untuk program teranyarnya 1 to 7 Wonders, Harjanto mengatakan, hingga akhir periode program di Desember 2015 nanti, sumbangannya juga ditargetkan pada kisaran Rp200 miliar per bulan. Artinya, setelah ajang GIIAS dan IIMS, masih ada program menarik yang mendorong produktivitas dealer dan pertumbuhan customer.
“Karena kita sejak Juli 2015 sudah terapkan strategi kombinasi dalam pemasaran yakni ‘B to B’ dengan dealer, dan ‘B to C’ dengan nasabah secara langsung. Terutama dalam memperkenalkan program ‘1 to 7 Wonders’ sendiri,” pungkas dia.
MTF melalui program 1 to 7 Wonders hadir sebagai solusi bagi konsumen dalam kredit otomotif. Hal ini terkait produk MTF yang lengkap seperti tenor sampai dengan 7 tahun, bunga 0% spesial tenor, bunga KPM khusus nasabah Mandiri, ditambah program undian berhadiah yang berlangsung dari 15 Agustus sampai dengan 31 Desember 2015.
Adapun program undian berhadiah ini berlaku untuk kredit mobil baru semua merek (passanger & commercial Car) dan motor besar (Harley Davidson, BMW Motorrad and Zero). Pada periode ini, para pemenang undian berkesempatan mengunjungi salah satu negara dari 7 keajaiban dunia yang sudah tersohor keindahannya, antara lain : Kamboja, India, China, Perancis, Italia, Inggris, dan USA.
“Jadi kita siapkan 200 tiket. Setiap nasabah yang meraih tiket, diikuti oleh dealer tempat nasabah pemenang bertransaksi. Ini strategi kombinasi kita untuk tingkatkan produktifitas dealer,” pungkas Harjanto.
Pertumbuhan Stabil
Direktur Utama PT Mandiri Tunas Finance, Ignatius Susatyo Wijoyo mengatakan, dengan beragam program tersebut MTF optimis tetap tumbuh sepanjang semester kedua tahun ini, sejalan dengan suport yang kuat dari Bank Mandiri.
“Kita optimis laba tumbuh di atas 30% di akhir tahun, sekitar Rp300 miliar. Ini realistis karena Bank Mandiri melihat oportunity kita yang tetap tumbuh positif kendanti industri berkinerja negatif. Jai MTF didorong untuk tumbuh, karena segmen korporasi melemah, otomotif yang dikerek terus,” jelas Susatyo.
Selain dukungan Bank Mandiri, untuk memperkuat pembiayaan tahun 2015, MTF mempunyai sejumlah rencana bisnis antara lain Penerbitan Obligasi Berkelanjutan II sebesar Rp 1 – 2 triliun di Q4-2015 untuk modal kerja pembiayaan. “Mungkin 1 triliun dulu di semester kedua ini,” kata Susatyo.
Untuk diketahui, MTF membukukan kinerja positif di tengah melemahnya penjualan otomotif nasional baik roda dua mapun roda empat. MTF berhasil meraih pembiayaan baru sepanjang kuartal kedua (Q2) 2015 sebesar Rp7,84 triliun, meningkat 9,31% dibanding periode yang sama tahun 2014 yang sebesar Rp7,17 triliun.
Peningkatan pembiayaan baru mendorong pendapatan MTF Q2-2015 meningkat 29,14%, dimana 72% merupakan pendapatan dari Pembiayaan Konsumen, 6% dari Sewa Pembiayaan dan sisanya dari pendapatan bunga dan lain-lain. Alhasil laba tahun berjalan MTF Q2-2015 meningkat 35,92% menjadi Rp154 miliar dari periode yang sama tahun 2014 yang sebesar Rp113,3 miliar sesuai Laporan Keuangan interim MTF per 30 Juni 2015 yang saat ini masih dalam proses audited oleh KAP EY.
Suatyo menguraikan, nilai pembiayaan mobil baru Q2-2015 tumbuh 13% dibandingkan periode Q1-2014, sedangkan secara unit mobil baru meningkat 4,1%. Hal ini sejalan dengan fokus usaha Perseroan di segmen pembiayaan mobil baru.
Dengan pertumbuhan pembiayaan yang positif menyebabkan piutang pembiayaan yang dikelola MTF meningkat 28,07% menjadi Rp23,6 triliun termasuk pembiayaan joint financing dengan Bank Mandiri sebesar Rp15,9 triliun.
Kendati piutang pembiayaan meningkat, MTF tetap menerapkan manajemen risiko yang baik dan ketat. Hal itu terlihat dari tingkat pembiayaan bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang masih dapat dikendalikan di level 1,10%, mengalami perbaikan dibandingkan posisi Juni 2014 yang mencapai 1,12%.
Susatyo juga mengungkapkan, market share MTF di mobil baru periode Januari – Juni 2015 mencapai 13,53% meningkat 2,9% dibanding periode yang sama tahun 2014 (berdasarkan Police Registration). Peningkatan kinerja MTF ini menjadi dorongan untuk terus tumbuh positif mengingat secara nasional penjualan mobil mengalami pelemahan.
Untuk diketahui, penjualan mobil nasional Q2-2015 mencapai 525 ribu unit atau turun 18% dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Gaikindo telah merevisi target penjualan mobil nasional sampai akhir tahun 2015 menjadi 1.050 juta unit dari target awal 1,2 juta unit.
Sementara, penjualan sepeda motor nasional Q2-2015 mencapai 3,2 juta unit atau turun 23% dibandingkan periode yang sama tahun 2014. AISI telah merevisi target penjualan sepeda motor nasional tahun 2015 menjadi 6,5 juta unit dari target awal 7,7 juta unit.
Untuk kembali menggairahkan pembiayaan otomotif, menurut Susatyo, regulator seharusnya tidak memilih program stimulus dengan memangkas down payment, tetapi mendorong penurunan suku bunga. “Karena kalau DP turun, orang ramai-ramai kredit mobil dan motor, tetapi ada risiko macet karena suku bunga tinggi. Padahal kalau jaga kualitas kredit itu cukup dengan DP yang stabil saja misalnya 25%, tetapi bunganya diturunkan. Ini terkait daya beli yang memang lagi menurun. Kalau DP turun, sifat konsumerisme naik, orang tidak pikir lagi bunga tinggi,” jelaas Susatyo.