Memasuki era perdagangan bebas ASEAN yang bertahap sejak tahun ini hingga lima tahun mendatang, Indonesia dinilai harus memiliki sebuah bank besar. Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas mengatakan bahwa Indonesia mutlak membutuhkan minimal satu bank besar untuk bersaing dan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) terutama di sektor keuangan pada tahun 2020. “Negeri besar seperti Indonesia membutuhkan bank besar,” kata dia di acara Seminar Kesiapan Perbankan Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 hari ini (22/5) di Jakarta.
Dalam seminar yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia itu, mantan Dirut BNI itu juga kembali mendorong pembentukan bank khusus dan konsolidasi. Menurut Sigit,
Pemerintah harus mendirikan Bank Pembangunan Indonesia (BPI) yang difokuskan untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dan investasi jangka panjang lainnya. “Proyek ini biasanya tidak diminati oleh bank-bank umum atau komersial, maka harus dilakukan oleh bank khusus,” kata dia.
Setelah pembentukan bank khusus itu, harus ada dua rencana mega merger perbankan. pertama adalah menggabungkan bank pembangunan daerah (BPD) seluruh Indonesia dengan BPI. “Pemerintah provinsi menjadi pemegang saham BPI, namun pemerintah pusat dan daerah tidak boleh intervensi langsung dalam kepengurusan BPI,” sambung Sigit.
Rencana mega merger yang kedua adalah menggabungkan Bank Mandiri dengan BNI yang selanjutnya dengan akuisisi BTN oleh bank hasil gabungan tersebut. “Namanya bisa BNI Mandiri yaitu Bank Negara Indonesia yang Mandiri. Nama BNI di depan karena memiliki sejarah yang panjang,” kata dia.
Untuk mewujudkannya diperlukan kesepahaman antara pemerintah, BI, OJK dan juga pemerintah daerah dalam sebuah cetak biru dan road map perbankan nasional serta diformalkan dalam undang-undang.