JAKARTA, Stabilitas.id – Kementerian PPN/Bappenas terus berkomitmen untuk memastikan transisi Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam mendukung pembangunan Indonesia. Bersama Sustainable Energy for All (SEforALL), Kementerian PPN/Bappenas terus mengupayakan peningkatan investasi dalam penggunaan EBT di Indonesia.
Deputi Bidang Kemaritiman Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati mengatakan pentingnya upaya lebih, untuk memastikan penerapan transisi energi.
Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian PPN/Bappenas bersama SEforALL mengadakan pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan, baik dari pemerintah hingga sektor keuangan, untuk mendiskusikan peningkatan transisi EBT.
BERITA TERKAIT
“Indonesia perlu terus mendorong hal ini. Kita tidak bisa hanya menjalankan business as usual. Perubahan iklim, penurunan emisi gas merupakan game changer untuk mendorong pertumbuhan Indonesia,” ujar Deputi Vivi, Selasa (5/11).
Diskusi kali ini berfokus pada transisi energi hijau di Indonesia, termasuk membahas perubahan iklim, strategi rendah karbon, insentif untuk pembiayaan hijau, perkembangan pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) 7, serta outlook pembangunan energi hijau, termasuk di dalamnya kebijakan, risiko, tantangan dan potensi investasinya. Transmisi dan distribusi infrastruktur juga menjadi salah satu tantangan untuk penerapan transisi EBT. Tidak hanya itu, biaya energi terbarukan yang relatif lebih tinggi dibandingkan biaya yang diperlukan untuk energi fosil menjadi hambatan dalam penerapan transisi energi.
Meski demikian, Indonesia memastikan komitmennya untuk penerapan energi hijau. Deputi Vivi mengatakan, Indonesia telah menyusun perencanaan penerapan transisi energi hijau, yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045. Tidak hanya itu, untuk mencapai pembangunan energi hijau membutuhkan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan.
Salah satunya untuk mendukung pembiayaan dalam pelaksanaan transisi EBT. “Investasi untuk transisi hijau membutuhkan biaya hingga USD 51,6 milyar per tahunnya, yang didapat tidak hanya dari pembiayaan pemerintah tetapi juga pihak swasta,” imbuh Deputi Vivi.
Dalam pertemuan kali ini dihadiri, tidak hanya dari pemerintah saja, tetapi juga dari PLN, KADIN, UNOPS, UNRC, World Bank, serta berbagai perbankan, baik BUMN maupun bank swasta. Pada diskusi kali ini, pihak investor mendorong tata kelola pemerintahan baru yang dapat mendukung kemudahan pembiayaan energi hijau dan mendorong pelaksanaan EBT segera diterapkan, terlebih semakin tingginya permintaan EBT dari Amerika Serikat, Eropa, dan China. ***