JAKARTA, Stabilitas.id – Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (“HAN”), PT Jalin Pembayaran Nusantara (“Jalin”), menyelenggarakan acara bertajuk “Petualangan Inklusi di Museum BI”.
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan dan keamanan bagi anak-anak penyandang disabilitas, khususnya Teman Tuli.
Jalin mengajak anak-anak dari Sekolah Luar Biasa (“SLB”) di DKI Jakarta untuk mengunjungi Museum Bank Indonesia, memperkenalkan sejarah sistem pembayaran di Indonesia, dan memberikan mereka kesempatan yang setara dalam mendapatkan literasi keuangan.
BERITA TERKAIT
Lewat kampanye #SemuaBisaSetara, Jalin mengajak kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan sistem pembayaran digital yang aman dan inklusif bagi semua orang.
Direktur Eksekutif Yayasan Helping Hands, Wendy Kusumowidagdo, mengapresiasi langkah inisiatif Jalin dengan dukungan dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dalam menyelenggarakan acara peningkatan literasi keuangan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Wendy menambahkan, inklusi keuangan bukan hanya tentang memberikan akses, tetapi juga memastikan setiap individu, termasuk mereka yang memiliki hambatan, memahami cara menggunakan layanan keuangan dengan aman dan efisien.
“Teman Tuli, seperti kelompok rentan lainnya, sering menghadapi tantangan lebih besar dalam memahami dan mengakses layanan keuangan digital. Oleh karena itu, acara seperti ini sangat penting untuk memberikan mereka pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan,” ungkap Wendy.
Direktur Komersial Jalin, Eko Dedi Rukminto, menekankan pentingnya mempersiapkan anak-anak dengan literasi keuangan digital yang memadai.
“Kita tidak ingin generasi emas ini mengalami kesulitan atau bahkan menjadi korban fraud saat menggunakan layanan sistem pembayaran digital. Kepercayaan terhadap sistem ini harus terus diperkuat melalui literasi yang baik dan konsisten dari seluruh pemangku kepentingan,” lanjut Eko.
Selain itu, Head of Product & Technology ASPI, Tata Martadinata mengatakan, upaya meningkatkan keamanan dan trust dalam penggunaan sistem pembayaran digital adalah tanggung jawab bersama.
“Dengan pemahaman yang baik, kita bisa meminimalisasi risiko penipuan dan fraud yang bisa merugikan, terutama bagi anak-anak agar mereka bisa lebih siap menghadapi masa depan digital sebagai bagian dari cashless society” ungkap Tata.
Kolaborasi antara pemerintah, asosiasi, industri, dan lembaga pendidikan sangat penting untuk mempercepat peningkatan literasi keuangan.
“Dengan literasi yang cukup, anak-anak akan lebih siap menghadapi masa depan digital, mengenali, serta menghindari risiko penipuan. Ini adalah investasi jangka panjang untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat berpartisipasi aktif dan aman dalam ekosistem keuangan digital sehingga no one left behind,” tutup Eko.***