JAKARTA, Stabilitas.id – Teknologi finansial atau financial technology (fintech) khususnya di sektor peer to peer lending (P2P) diharapkan mampu menjadi alternatif solusi pembiayaan bagi UMKM yang kesulitan melakukan pinjaman ke perbankan karena persyaratan kolateral (jaminan).
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki dalam konferensi pers AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) UMKM Digital Summit 2023 di Jakarta, Kamis (14/9/23).
“Kuncinya adalah akses pembiayaan. Saya kira hal ini harus di-addressed. Termasuk mengkaji penerapan credit scoring lewat penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sudah diterapkan di 145 negara,” ungkapnya.
MenKopUKM melihat, saat ini industri fintech terus tumbuh dan berkembang. Di mana fintech hadir memberikan solusi pembiayaan ke UMKM tanpa menerapkan agunan, karena menggunakan teknologi sehingga mereka mengetahui persis kriteria calon nasabah yang akan diberikan pembiayaan.
“Di fintech, plafon pinjaman sebesar Rp2 miliar sudah diberikan tanpa memakai agunan. Bahkan UMKM yang terhubung dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang) bisa meminjam pinjaman hingga Rp10 miliar. Hal ini merupakan terobosan yang baik bagi UMKM dalam mengakses pembiayaan,” ungkap Teten.
Menteri Teten juga mengimbau UMKM agar terus mengadopsi kemajuan digital, sehingga kesehatan usaha UMKM bisa menjadi track record. Selain itu, UMKM juga dianjurkan untuk memiliki business plan.
“Karena pengalaman kami, banyak UMKM yang tak punya business plan, padahal mereka punya potensi bisnis yang besar dengan dukungan bahan baku dan captive market,” jelasnya.
Di kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko mengatakan, anggota fintech yang berada di naungan AFPI terus berupaya untuk mengoptimalkan pinjaman ke UMKM. Saat ini, sebanyak 40% pembiayaan masuk dalam sektor produktif.
“Pembiayaan sebesar 40% ke sektor produktif di Indonesia tergolong sangat besar jika dibandingkan dengan China. Di ASEAN porsi ini cukup diapresiasi. China justru lebih besar strukturnya ke pembiayaan sektor konsumtif. Kami ingin fintech di Indonesia menjadi contoh bagi ASEAN,” ungkapnya.
Dalam mengoptimalkan pembiayaan kepada UMKM, dibutuhkan dua hal yang menjadi faktor penting. Yakni literasi digital dan literasi keuangan yang tak bisa dipisahkan.
“Karena digital akan menjadi track record dari cashflow. Misalnya, UMKM di daerah remote, selama terhubung dengan digital, fintech pasti akan berani memberikan pinjaman. Digitalisasi mengonfirmasi kegiatan usaha secara digital,” ungkap Sunu.
Sementara itu, Ketua Bidang Humas AFPI sekaligus CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra menuturkan, AFPI bersama EY Parthenon mengklasifikasikan UMKM di Indonesia menjadi empat segmentasi yang lebih rinci, untuk mendukung pengambilan kebijakan pemberian pembiayaan yang lebih tepat sasaran. Khususnya bagi pemangku kepentingan termasuk penyelenggara fintech P2P lending.
Terdapat empat segmentasi baru untuk UMKM, yakni pertama Kelompok Bisnis Prospektif merupakan bisnis skala ultra mikro dan mikro dengan literasi digital dan keuangan tinggi, memiliki potensi kemampuan perencanaan bisnis.
Kedua, Kelompok Kebutuhan Dasar, yakni bisnis skala ultra mikro dan mikro dengan literasi digital dan keuangan rendah, menghasilkan potensi risiko pembiayaan yang lebih tinggi.
Ketiga, Kelompok Bisnis Konvensional Bertahan, yaitu bisnis skala kecil hingga menengah dengan literasi digital dan keuangan rendah, hanya berfokus pada upaya mempertahankan kondisi status-quo mereka.
Terakhir yang keempat, Kelompok Bisnis Unggul, yaitu bisnis skala kecil hingga menengah dengan literasi digital dan keuangan tinggi, memiliki daya tarik tertinggi dalam hal pendanaan.
UMKM Digital Summit 2023
KemenKopUKM juga mendukung terselenggaranya AFPI UMKM Digital Summit 2023, di mana kegiatan tersebut akan mempertemukan para pelaku UMKM dengan penyedia platform fintech P2P lending untuk berinteraksi dan berkolaborasi di era digital.
UMKM Digital Summit 2023 akan diselenggarakan pada 21 September 2023 di Convention Hall SMESCO Jakarta, dengan menghadirkan para menteri Kabinet Indonesia Maju dan tokoh-tokoh inspiratif berpengalaman di dunia usaha.
“Kegiatan ini diharapkan dapat menjawab masalah akses pembiayaan yang dialami pelaku UMKM dan membantu peningkatan inklusi keuangan nasional melalui proses digitalisasi yang dimiliki fintech,” ungkap Sunu.***