JAKARTA, Stabilitas.id – Berdasarkan berbagai survey yang dilakukan secara internasional maupun domestik, Indonesia masih menjadi tujuan utama untuk para investor melakukan investasi, baik investor dalam negeri maupun internasional.
Hal tersebut diungkapkan oleh Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro dalam acara Media Gathering & Presentasi Macroeconomic Outlook Bank Mandiri dan Mandiri Sekuritas yang dilaksanakan secara daring, pada Selasa (20/12/22).
“Kami meyakini potensi berbaliknya investor portofolio asing masih cukup besar ke depannya seiring dengan naiknya ekspektasi bahwa suku bunga acuan akan mencapai peak di 1H23 dan kemudian kembali menurun di tahun 2024,” ungkap Andry.
BERITA TERKAIT
Andry melanjutkan, hal tersebut juga didorong dengan kinerja perekonomian Indonesia yang terus membaik sepanjang kuartal IV 2022. Berbagai indikator perekonomian juga berada dalam kondisi yang tetap baik, bahkan membaik dengan penjabaran sebagai berikut,
Pertama, angka inflasi di dua bulan terakhir dapat dikendalikan oleh Pemerintah, sehingga secara ytd inflasi baru mencapai 4,82% pada November.
“Jika kita gunakan asumsi tingkat inflasi rata-rata di bulan Desember, maka inflasi akhir tahun 2022 diperkirakan berada pada kisaran 5,4% hingga 5,6%. Angka inflasi ini jauh lebih baik dibandingkan dengan konsensus pasar yang memperkirakan inflasi pada akhir tahun bisa tembus 6,7%,” jelas Andry.
Kedua, kinerja neraca perdagangan Indonesia juga masih sangat baik dengan dukungan sektor komoditas. Pada bulan November, neraca Perdagangan mencatatkan angka USD5,16 miliar atau melanjutkan surplus sepanjang 31 bulan terakhir.
“Dengan neraca perdagangan tersebut Indonesia dapat dipastikan Neraca Transaksi Berjalan (NTB) atau Current Account Balance Indonesia akan mengalami surplus dalam kisaran 1% dari PDB,” lanjutnya.
Ketiga, aliran modal asing kembali masuk ke dalam pasar obligasi Indonesia seiring dengan concern investor Global yang mulai berubah dari tingkat inflasi ke tingkat pertumbuhan ekonomi Global, terutama di AS.
“Tercatat nett buy investor asing mencapai IDR46,6 triliun dalam periode tersebut sehingga jika kita melihat kepemilikan asing di pasar obligasi, saat ini mencapai 14,7% atau lebih tinggi dibandingkan posisi awal November lalu yang mencapai 13,9%,” jelas Andry.
Namun, OECD memperkiran pertumbuhan ekonomi global akan menurun ke 2,2%, setelah sebelumnya IMF memperkirakan 2,7%. Ketidakpastian tersebut menjadi ancaman nyata bagi perkembangan ekonomi Indonesia yang akan mempengaruhi kinerja ekspor, investasi dan bisnis nasional.
“Dua lembaga tersebut juga memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melandai ke 4,7% dan 5% tahun depan dari level di atas 5% tahun ini karena dampak dari penurunan kinerja ekspor dan investasi,” lanjut Andry.
Di sisi lain, Andry mengatakan, kedua lembaga memperkirakan, tahun 2024 ekonomi Global dan Indonesia akan meningkat. IMF dan OECD memperkirakan Euro Area dan Amerika Serikat akan bertumbuh di kisaran 0,5 – 1,0%, sementara China ke kisaran 4,4 – 4,6%.
Selanjutnya, ia juga menjelaskan, secara sectoral ekonomi menunjukkan kinerja baik selama kuartal III 2022, yang didorong dari peningkatan mobilitas seperti, sektor transportasi dan hotel & restoran. Sementara itu, tingkat belanja sejak awal Juni hingga Desember 2022 masih dalam pola flat.
“Dengan kondisi pemulihan sektoral dan konsumsi yang masih flat, kami masih mempertahankan view kami bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 akan mencapai 5,17% dan kemudian melandai ke 5% di 2023,” jelas Andry.
Dalam penutupnya, ia menyampaikan, sektor perbankan, fungsi intermediasi perbankan terus mengalami akselerasi hingga bulan Oktober, dimana pertumbuhan kredit mencapai 11,95%.
“Office of Chief Economist memproyeksikan pertumbuhan kredit akan berada pada 10,1% di tahun 2023, relatif flat dibandingkan tahun 2022,” tutupnya.***