JAKARTA, Stabilitas.id – Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO), Anggawira menyoroti lemahnya sinkronisasi data yang dimiliki pemerintah terhadap data pertambangan di Indonesia.
Hal tersebut, disampaikan dalam kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada bertajuk “Problematika Terkait Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam Pada Masa Transisi Pasca Diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020”, pada Minggu (30/10/22).
“Dalam menyusun kebijakan yang tepat harus ada landasan yang kuat, faktanya sekarang kita belum bisa memanfaatkan data-data usaha pertambagan kita untuk menyusun kebijakan dan tata kelola yang baik, tak heran pengusaha juga jadi sering bingung karena perubahan kebijakan,” ungkapnya.
Menurutnya, One Big Data Policy menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah saat ini untuk memberikan kepastian hukum kepada para pengusaha tambang.
“Pengusaha kemarin urus izin pertambangan ke pusat, kemudian ada kebijakan mengurus izinnya di daerah, ketika diurus di daerah ternyata daerah belum siap, kebingungan ini bisa menghambat investasi dan pertumbuhan pengusaha, di era Big Data ini kita harus mendorong sinkronisasi data agar kebijakan yang dihasilkan dapat tidak tumpang tindih,” ungkap Anggawira.
Selaku Komisaris PT JSK Gas, perusahaan energi di bidang Floating Liquefied Natural Gas, Anggawira menyampaikan, pengusaha memiliki peran penting dalam upaya hilirisasi mineral, namun perlu ada dorongan berupa insentif dan peningkatan kapasitas SDM bagi pengusaha agar mampu mengolah mineral yang kaya di Indonesia.
“Keuntungan dari One Big Data Policy ini kita bisa memetakan akurat juga kemampuan pengusaha kita saat ini, sehingga pemerintah bisa menjadikan data tersebut landasan dalam menyiapkan instrumen insentif dan juga peningkatan kapasitas dengan menggandeng perguruan tinggi,” lanjut Anggawira.
Dalam kegiatan yang sama, Direktur Pengembangan Sistem Perizinan Berusaha Kementerian Investasi/BKPM, Edy Junaedi mengatakan, pemerintah terus melakukan sinkronisasi data dan peraturan yang ada di pusat dan daerah.
“Memang masalah data ini sebelumnya menjadi hambatan, tapi dengan sistem di OSS alhamdulillah pelan-pelan kita sinkronisasikan, sekarang Kementerian Investasi dan BKPM secara aktif berkoordinasi dengan kementerian terkait agar masalah data ini selesai dan bisa menjadi landasan tepat untuk kebijakan dan peraturan yang ada,” tutup Edy.***