JAKARTA, Stabilitas.id – World Economic Outlook (WEO) dari International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,2 persen di tahun 2022, dan akan semakin melemah di tahun depan.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Konferensi Pers APBN KITA Oktober, pada Jumat (21/10/22).
“Artinya pesan yang muncul dari pertemuan tahunan IMF-World Bank, G20 Finance dan Central Bank yang baru terjadi minggu lalu itu mengkonfirmasi bahwa situasi ekonomi dunia akan terus tertekan hingga tahun 2023,” ungkap Menkeu.
BERITA TERKAIT
Menkeu juga mengatakan, proyeksi pertumbuhan dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok semuanya menunjukkan tren perlemahan tahun ini dan tahun depan.
Disisi lain, Indonesia dikatakan Menkeu masih resilien. Indonesia diproyeksikan oleh berbagai lembaga dunia masih cukup baik yaitu tetap di 5,3 persen di tahun 2022, meski tahun depan mengalami sedikit koreksi kebawah yaitu sebesar 5 persen.
“Namun kita tidak boleh tidak waspada, karena memang guncangan ekonomi ini sangat sangat kencang dan sangat sangat besar yang harus terus kita kelola dan kita waspadai secara baik,” ungkap Menkeu.
Selain itu, kinerja sektor eksternal Indonesia juga masih terpantau cukup positif, baik dari sisi surplus neraca perdagangan, juga pertumbuhan ekspor impor yang relatif bagus. Hal tersebut juga terlihat dari sisi supply, yaitu dari Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang selama 13 bulan berturut-turut terus berada dalam zona ekspansif.
Menkeu memperingatkan, pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 tetap harus diwaspadai. Gelombang perlemahan ekonomi dunia, ketidakpastian global, serta kecenderungan suku bunga yang naik, akan turut mempengaruhi berbagai indikator dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Jadi kita juga harus sangat hati-hati meskipun saat ini momentum pertumbuhan ekonomi kita masih sangat sehat dan kuat,” jelasnya.
Saat ini, fokus utama yang menjadi perhatian dan perlu diwaspadai dari para mengambil kebijakan di banyak negara pada tahun depan yaitu terkait inflasi, juga termasuk isu seputar volatilitas indeks.
Selain itu juga kecenderungan harga dan suku bunga yang naik di Amerika Serikat juga turut memberikan dampak kepada seluruh mata uang, termasuk berkontribusi terhadap pelemahan nilai tukar rupiah.***