JAKARTA, Stabilitas.id – Prevalensi kasus resistensi antibiotik akibat mikroba terus meningkat hingga 1,27 juta orang meninggal setiap tahun karena infeksi yang resistan terhadap obat.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Dante Saksono Harbuwono pada pembukaan Side Event HWG ke-3 dalam kerangka G20 yang membahas masalah AMR yang dilaksanakan di Bali, pada Rabu (24/8/22).
Potensi antibiotik untuk mengobati atau mencegah penyakit telah menyebabkan obat tersebut disalahgunakan. Akibatnya, muncul masalah resistensi antibiotik akibat mikroba (AMR) yang berevolusi.
”Para ahli memperkirakan AMR dapat menyebabkan PDB tahunan global turun sebesar 3,8 persen pada tahun 2050,” ungkap Wamenkes Dante.
AMR dapat menyebabkan sulitnya proses pengobatan. Semakin banyak penyakit yang tidak dapat diobati maka perawatan penyelamatan jiwa menjadi jauh lebih berisiko, dan biaya perawatan kesehatan meningkat.
Untuk itu, pengawasan lintas sektoral untuk penggunaan dan konsumsi antimikroba sangat penting untuk memahami dan memantau AMR. .
Peningkatan penelitian dan pengembangan AMR juga harus dilakukan, terutama pada obat-obatan baru, vaksin, terapeutik, dan diagnostik (VTD), termasuk layanan diagnostik antimikroba.
Sama seperti COVID-19, Wamenkes Dante menilai AMR dapat berpotensi menjadi pandemi jika tidak diatur penggunaan antibiotik.
Penting untuk menerapkan kebijakan, undang-undang, dan komitmen terus-menerus untuk memastikan tanggung jawab akses dalam penggunaan antimikroba.
”Kami berharap kepada negara-negara anggota G20 untuk memperkuat langkah-langkah pencegahan dan pengendalian AMR yang berkelanjutan di tingkat nasional dan global,” tutur Wamenkes.
Selanjutnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, meningkatnya populasi manusia dan maraknya aktivitas manusia berpengaruh terhadap degradasi lingkungan yang berdampak secara signifikan dan menimbulkan ancaman kesehatan.
Kementerian Pertanian bersama-sama kementerian/lembaga lain, serta pemaku kepentingan terkait telah menyusun rencana strategis dan peta jalan dalam upaya pengendalian resistensi antimikroba.
”Kami berharap langkah-langkah kita ke depan akan semakin kuat dan terpadu dalam rangka kerja sama one health itu,” ujar Menteri Syahrul.
Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan resistensi antimikroba merupakan salah satu tantangan kesehatan terbesar di berbagai dunia dan telah ditetapkan sebagai salah satu dari 10 ancaman kesehatan terbesar masyarakat dunia.
”Kementerian Kelautan dan Perikanan akan selalu berkomitmen untuk ikut berperan aktif dalam upaya pencegahan resistensi antimikroba,” tutur Menteri Wahyu.
Meningkatnya laju produk perikanan dari tahun ke tahun menunjukkan tingkat konsumsi ikan semakin meningkat. Indonesia terus berupaya melakukan peningkatan produksi perikanan dan memenuhi kebutuhan konsumsi dari sektor perikanan.
”Kami mengerti kesehatan ikan dan seluruh produk perikanan bisa berpengaruh terhadap kesehatan manusia, sehingga penting bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk sadar dan mengerti dan tentang hal ini,” ungkap Menteri Wahyu.
Wahyu mengatakan, pihaknya akan mengoptimalisasi pengawasan serta penerapan sanksi terhadap pelanggaran, peredaran, dan penggunaan antimikroba yang tidak sesuai standar pada bidang perikanan.
”Guna mewujudkan kesehatan nasional, Kementerian Kelautan dan perikanan akan mengoptimalkan pendekatan one health melalui berbagai data dan informasi hasil pengawasan,” tutup Wahyu.***