JAKARTA, Stabilitas.id – Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerain Keuangan menetapkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2022 yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dan akan mulai berlaku efektif pada 1 April 2022.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) merupakan suatu dokumen yang berisi struktur klasifikasi barang lengkap dengan pembebanan tarif bea masuk dan pajak impor yang digunakan secara luas baik oleh pemerintah, swasta dan organisasi internasional.
Nirwala menambahkan, dalam BTKI 2022, terdapat beberapa perubahan yang cukup mendasar dibandingkan pada BTKI 2017. Pada bab 1 hingga 97 BTKI 2022 terdapat 11.414 pos tarif dari yang sebelumnya hanya 10.813 pos tarif. Sementara pada bab 98 dan 99 bertambah menjadi 138 pos tarif dari yang sebelumnya 28 pos tarif,” ujar Nirwala.
Hal ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi untuk pengembangan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik nasional. Adapun insentif yang diberikan yaitu pengenaan Bea Masuk 0% untuk 111 pos tarif komponen industri galangan kapal yang sebelumnya dikenakan tarif antara 5% s.d. 15%.
Setiap lima tahun sekali, secara berkala, BTKI selalu diperbaharui untuk menyesuaikan dengan perubahan pola perdagangan dan situasi dunia terkini. Berkaitan dengan pembaharuan tersebut, World Customs Organization (WCO) telah menerbitkan amendemen HS 2022 untuk struktur nomenklatur pengelompokan barang pada tingkat enam digit, yang diamanatkan untuk diberlakukan di seluruh dunia mulai 1 Januari 2022.
Selain itu, perubahan BTKI 2022 ini dirancang untuk mengakomodasi kelancaran arus barang sebagai bagian dari penataan ekosistem logistik nasional. Terkait kebijakan fiskalnya, diharapkan pengenaan tarif yang telah disusun dapat tepat sasaran. Begitu juga dengan kebijakan non fiskal seperti lartas, untuk melindungi industri dalam negeri dan kepentingan nasional.***