JAKARTA, Stabilitas.id — Perekonomian nasional dan global memasuki akhir tahun 2021, mulai menunjukkan recovery. Hal ini terlihat dari penurunan kasus harian dan coverage vaksin yangg semakin luas. Mobilitas masyarakat mulai meningkat ke level pra pandemi, terutama di sentra perekonomian seperti sentra belanja, rumah makan dan pusat rekreasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, pemulihan ekonomi dan peningkatan mobilitas masyarakat itu berdampak positif ke sektor IKNB (Industri Keuangan Non Bank), yang terbukti resilien dalam menghadapi dampak pandemi akibat Covid-19.
Hal itu sejalan dengan data statistik yang menunjukkan sektor IKNB masih menunjukkan tren pertumbuhan yang positif dan diindikasikan melalui pertumbuhan aset dan investasi dari pelaku sektor IKNB.
Demikian dipaparkan Riswinandi, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Merangkap Anggota Dewan Komisaris OJK saat menjadi pembicara kunci dalam acara Indonesia Financial Sector Outlook (IFSO) 2022 yang digelar Majalah Stabilitas-LPPI, secara virtual dari Jakarta, Selasa 23 November 2021.
“Secara year on year, asset IKNB tumbuh 9,38 persen, di mana aset Sept 2020 sebesar Rp2.059 triliun, naik di September 2021 menjadi Rp 2.759 triliun. Lalu Investasi IKNB naik 12,84 persen (year on year), dari September 2020 sebesar Rp1.465 triliun menjadi sebesar Rp1.663 triliun di September 2021,”urai Riswinandi.
Alhasil pendapatan operasional IKNB juga terkerek meningkat secara year on year, yakni sebesar 11,25 persen, dari September 2020 yang sebesar Rp485,24 triliun menjadi Rp 571,13 triliun di September 2021.
Perkuat Langkah Mitigasi
Kendati demikian Riswindandi mengikatkan pelaku IKNB untuk tetap mewaspadai potensi-potensi ketidakpastian akibat pandemi yang kini sedang melanda beberapa negara di Eropa.
“Kami harap pelaku IKNB terus sosialisasikan ke nasabah untuk patuh dan disiplin dalam tetapkan prokes untuk tekan risiko gelombang ketiga yang bisa memaksa pemerintah melakukan pembatasan kegiatan yang bisa berdampak negatif terhadap ketahanan pelaku dalam perekonomian nasional,” harap Riswinandi.
Sebagai regulator dan pengawas, dalam langkah antisipasi risiko-risiko tersebut, OJK telah menyiapkan langkah lanjutan berupa kebijakan countercyclical khusus untuk IKNB. Rencananya akan berlaku sampai periode April 2023. Saat ini aturan tersebut sedang proses finalisasi, dan didiskusi dengan Kementrian Hukum dan HAM, sehingga bulan November ini bisa diterbitkan.
“OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan ketentuan countercyclical khusus untuk IKNB tersebut, dan akan diperlakukan sama dengan yang di perbankan sampai 2023.” Ungkap Rirwinandi.
Adapun beberapa hal yang diatur di dalam kebijakan itu antara lain; Pertama, pelaksanaan penilaian dalam pproses pelaksanaan penilaian kemampuan dalam kepatutan. Ini menurut OJK akan bisa dilakukan secara fleksibel dan disesuaikan dengan pemberlakuan PPKM. Kedua, relaksasi persyaratan pembiayaan modal kerja dengan faasilitas modal usaha termasuk di dalamnya bagi pelaku UMKM. Ketiga, kesempatan restrukturisasi utuk pinjaman melalui Fintech P2P Lending. Keempat, relaksasi ketentuan pelaksanaan valuasi aktuaria untuk industri dana pensiun pemberi kerja.
“Kami harap (aturan) yang lain adalah melanjuntukan apa yang sudah diatur dalam POJK sebelumnya. Sehingga pelaksanaan ataraun tersebut bisa ciptakan kondisi soft landing bagi pelaku industri dan sekaligus cegah guncangan pada industri akibat normalisasi regulasi yang drastis dalam waktu yang singkat,” jelas Riswinandi.
Dia menambahkan, OJK juga berharap kebijakan countercyclical khusus untuk IKNB ini juga memberi ruang gerak yang cukup bagi pelaku IKNB dalam melaksanakan mitigasi potensi risiko normalisasi kebijakan di masa yang akan dating.
Riswinandi mengungkapkan, beberapa otoritas moneter di negara maju sudah sepakat melakukan kebijakan tapering off dalam mengantisipasi pertumbuhan inflasi yang tinggi. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian semua pihak terutama bagaimana dampak negatif dari kebijakan tapering off tersebut.
“Seperti terjadinya capital outflow di pasar modal nasional, kita dapat minimalisir dengan manrisk yang baik,” kata Riswinandi.
Mitigasi risiko ini menurut Riswinandi sangat penting, mengingat sektor IKNB sekitar 70-80 persen investasinya, khususnya dana pensiun dan asuransi, diinvestasikan di pasar modal. Sehingga kondisi pasar modal secara umum mempengaruhi stabilitas di sektor keuangan non bank.
Sementara itu, Mirza Adityaswara, Direktur Utama LPPI saat membuka virsem IFSO 2022 menegaskan kondisi pandemi semakin membaik situasinya berdampak pada aktifitas ekonomi, khusunya memberi dampak positif sektor jasa keuangan. Selain itu juga ada faktor eksernal yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi industri keuangan.
“Tadi malam Federal Reserve, dimana Presiden Biden mengangkat kembali Powell di masa kedua dan market interpretasikan monetary policy dari bank sentral AS akan terus dovis dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi AS dan global. Ini tentu berdampak pada stabilitas finansial market,” kata mantan Dewan Gubernur Senior BI itu.
Dampak positif ke finansial market tersebut diharapkan Mirza juga bisa dinikmati oleh sektor life insurance, dana pernsiun, dan fund manajemen, terkait investasi mereka baik di pasar saham maupun korporasi. “Pasar modal sekaang sudah all time high indeksnya.”
Mirza juga menjelaskan bahwa komunikasi bank sentral dunia juga akan ada normalisasi dan tapering yang akan dilakukan dengan hati-hati, dengan harapan bahwa pengurangan stimulus moneter dunia dapat terjadi bersamaan dengan pemulihan ekonomi global. Dia berharap, jika nanti terjadi pengurangan stimulus di Amerika, dapat juga disusul pengurangan stimulus moneter di Indonesia.
“Semua akan terjadi dengan komunikasi yang baik dan akan terjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia. Sehingga harapannya investasi di dana pensiun, life insurance akan terjaga dan terus berkembang. Sedangkan di perbankan, dengan aktifitas ekonomi yang pulih dan terjadi akselerasi tentu pertumbuhan kredit baik perbankan maupun finance company baik di pembiayan, di pergadaian dapat pulih,”katanya.
Tantangan IT
Selain tantangan pandemi dan kebijakan ekternal, Riswinandi melihat tahun depan pengunaan IT dalam transaksi keuangan maupun operasional di sektor keuangan non bank khususnya, akan semakin menggeliat.
“Penerapan sosial distancing sudah ciptakan kondisi ideal untuk percepat digitalisasi di berbagai bidang. Dari perspektif pelaku usaha, penggunaan teknologi untuk proses bisnis hadirkan peluang untuk jangkau target pasar yang lebih luas secara efektif dan efisien,” jelasnya.
Mengutip survey dari SwissRe Institute di beberapa negara Asia, untuk industri asuransi, tingkat penerimaan konsumen terhadap produk asuransi yang dipasarkan melalui digital cukup signifikan. “Lebih dari 70 responden survey tersebut menyatakan minat yang tinggi untuk transaksi melalui digital,” katanya.
Sementara dalam konteks digitalisasi nasional, lanjut Riswinandi, hasil survey penyelenggara jasa internet Indonesia juga menunjukkan tingkat penetrasi internet sepanjang 2019-2020 sudah capai 73,7 persen dari total jumlah penduduk.
“Demikian kombinasi jumlah peminat penggunaan platform digital dan tingkat penetrasi internet semestinya dapat ditingkatkan sebagai modal penting untuk mendorong pertumbuhan inklusi pada sektor IKNB,” harapnya.
Menurut Riswinandi, tanpa didukung penguatan literasi, pelaku sektor IKNB akan menghadapi eksposur risiko reputasi yang lebih tinggi, antara lain disebabkan risiko miss selling, akibat minimnya pemahaman masyarakat terhadap manfaat dan risiko suatu produk jasa keuangan. Sementara dari perspektif pelaku usaha, ketergantungan yang tinggi terhadap infrastruktur IT yang meningkatkan eksposur perusahaan terhadap kelompok risiko cyber.
“Contoh kasus peretasan sistem IT perusahaan akan mengganggu kualitas pelayanan perusahaan dan operasional perusahaan dan dapat membahayakan data pribadi nasabah,” jelasnya.
Untuk itu, sebagai bagian dari kebijakan untuk mendorong mitigasi risiko IT ini secara lebih optimal oleh pelaku sektor IKNB, maka OJK telah terbitkan peraturan POJK No 4 tahun 2021 mengenai Manajemen Risiko Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Non Bank, mencakup perusahaan perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan, dan fintech.
“Selain mengatur mengenai penerapan manrisk IT, aturan tersebut juga memuat substansi mengenai penyelenggaraan sistem IT, utamanya terkait kewajiban pelaku industri untuk melakukan proteksi atas data perusahaan dan konsumernya.”
Dalam POJK No 4 tahun 2021 juga mengatur mengenai kewajiban pelaku industri untuk melakukan upaya terbaik dalam melindungi data pribadi konsumen dan menghindari penyalahgunaan data tersebut.
“Kami harap kebijakan ini dapat menjadi guideline bagi pelaku IKNB sehingga memberi kontribusi positif bagi kinerja pelaku industri dan melindungi kepentingan nasabah,” tegas Riswinandi.***