JAKARTA, Stabilitas.id — Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Keuangan Filipina Carlos G. Dominguez hari ini di Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) mengumumkan peluncuran kemitraan baru untuk memulai Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism atau ETM) di Indonesia dan Filipina.
Kemitraan ini didukung oleh para pejabat senior tingkat kabinet dari Denmark, Britania Raya, dan Amerika Serikat, serta berbagai lembaga keuangan dan filantropi terkemuka dunia.
Masato Kanda, Wakil Menteri Urusan Internasional di Kementerian Keuangan Jepang, juga menyampaikan pesannya di acara peluncuran tersebut dan mengumumkan bahwa Kementerian Keuangan Jepang memberi komitmen hibah senilai $25 juta kepada ETM, yang merupakan pembiayaan awal (seed financing) pertama bagi mekanisme transisi energi bersih.
“ETM dapat mentransformasi perjuangan melawan perubahan iklim di Asia dan Pasifik,” kata Masatsugu Asakawa. “
Masatsugu melanjutkan, Indonesia dan Filipina berpotensi menjadi pelopor dalam proses penghapusan batu bara dari bauran energi di kawasan ini yang akan berkontribusi besar bagi pengurangan emisi gas rumah kaca global dan membawa perekonomian kedua negara ini ke jalur pertumbuhan yang rendah karbon.
“ETM adalah rencana ambisius yang akan memperbarui infrastruktur energi Indonesia dan mempercepat transisi energi bersih menuju emisi nol bersih dengan cara yang adil dan berbiaya terjangkau,” jelas Menteri Sri Mulyani.
“Transisi menuju energi bersih di Filipina akan membuka lapangan pekerjaan, mendorong pertumbuhan nasional, dan menurunkan emisi global. ETM berpeluang mempercepat penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara rata-rata sekitar 10 sampai 15 tahun,” kata Menteri Dominguez.
Dalam kemitraan dengan Indonesia dan Filipina, ADB akan bekerja sama dengan pemangku kepentingan dari pemerintah untuk merintis ETM, yaitu dengan bersama-sama mengadakan studi kelayakan secara menyeluruh yang berfokus pada model bisnis optimal di tiap negara, menggabungkan sumber dana konsesi dari pemerintah donor dan filantropi yang berkoordinasi dengan berbagai dana global untuk perubahan iklim, serta memanfaatkan modal komersial untuk memicu peralihan menuju dekarbonisasi.
Kebutuhan energi di Asia diperkirakan akan naik dua kali lipat sampai dengan 2030, dan Asia Tenggara adalah salah satu kawasan yang terus membangun kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara. Sekitar 67% dari listrik di Indonesia dan 57% dari listrik di Filipina diperoleh dari pembangkit batu bara. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi hingga 29% pada 2030 dan memiliki target mencapai emisi bersih nol pada 2060. Pemerintah Filipina baru-baru ini mengumumkan rencana untuk melakukan moratorium pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru.
ETM adalah pendekatan transformatif dengan cara pembiayaan gabungan (blended-finance), yang berupaya mempercepat waktu penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada, kemudian menggantikannya dengan kapasitas pembangkitan listrik yang bersih. Mekanisme ini terdiri atas dua pembiayaan: Pembiayan pertama dikhususkan untuk penutupan lebih dini atau pengalihan fungsi pembangkit listrik tenaga batu bara dengan jadwal yang dipercepat. S
edangkan pembiayaan kedua berfokus pada investasi pada pembangkitan, penyimpanan, dan peningkatan jaringan listrik untuk energi bersih yang baru. Ke depannya, diharapkan bank multilateral, investor kelembagaan swasta, organisasi filantropi, dan investor jangka panjang akan menyediakan modal bagi ETM.