JAKARTA, Stabilitas.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja industri keuangan Syariah tumbuh positif selama pandemi. Hal ini terlihat dari kondisi Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat.
Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK, Nyimas Rohmah menyebutkan, saat ini market share keuangan syariah saat ini sudah berada di angka 10,11 persen dari total asset keuangan nasional. “Dari total asset keuangan nasional saat ini, 631.58 triliun rupiah merupakan aset perbankan Syariah,” ungkap Nyimas dalam Virtual Seminar Perbankan Syariah yang digelar LPPI, Kamis (14/10/2021).
Nyimas menyebutkan, DPK yang berhasil dihimpun perbankan Syariah mencapai Rp 504 triliun dan disalurkan dalam bentuk pembiayaan sebesar Rp 405 triliun. “Perkembangan aset dan DPK dan pembiayaan perbankan syariah meningkat tiap tahun dan tumbuh positif di tengah pandemic,” ungkap Nyimas.
Hingga Juli 2021, market share perbankan Syariah sudah mencapai 6,59 persen di banding perbankan nasional. Secara komposisi masih didominasi oleh 12 BUS sebesar 65.73 persen. Sementara itu, jumlah rekening bank syariah meningkat, tercermin dari rekening DPK per Juli 2021 mencapai 40 juta rekening, dan rekening pembiayaan mencapai 6 juta rekening.
Kendati demikian, Nyimas mengingatkan bahwa perkembangan bank Syariah menghadapi berbagai tantangan. Antara lain perubahan ekosistem keuangan yang cepat karena perubahan teknologi diikuti perubahan ekspektasi masyarakat yang menginginkan produk dan layanan yang lebih mudah cepat dapat diakses dari mana saja, aman dan sesuai kebutuhan.
“Tantangannya dari skala usaha, daya saing, kapasitas modal, risiko digtal, cyber security dan sistem failure risk,” tegasnya.
Untuk itu, OJK menerbitkan roadmap perngembangan perbankan syariah 2020 2025 atau RP2SI sebagai langkah strategis untuk selaraskan arah pengembangan perbankan syariah Indonesia serta menjadi katalisator akselerasi pengembangan Syariah.
“Di 2018 kami sudah lakukan kajian transformasi perbankan syariah dan berdasarkan hasil survey, FGD dan indept interview dengan ekspert di perbankan syariah, diperoleh hasil bahwa perbankan syariah masih punya kelemahan seperti model bisnis, indeks literasi dan inklusi, kuantitas dan kualitas SDM dan teknologi yang belum memadai. Sehinga diperlukan transformasi agar jadi perbankan syariah yang berdaya saing tinggi,”jelasnya.
Dengan roadmap tersebut, OJK berharap perbank syariah akan unggul pada sosioeconomy impact. “RP2SI membawa visi mewujudkan perbankan syariah yang resilien, berdayasaingtinggi dan kontribusi signifikan tidak hanya ekonomi nasional tetapi juga pembangunan social,” imbuhnya.
Untuk mencapai visi tersebut, OJK dalam roadmap meletakan tiga 3 pilar arah pengembangan dengan bebrapa inisiatif strategis di dalamnya. Yakni terdiri dari penguatan identitas perbankan syariah, sinergi ekositem ekon Syariah, penguatan perijinan, pengaturan dan pengawasan.
Direktur Perbankan Suariah CIMB NIaga, Pandji Djajanegara di kesempatan yang sama mengamini bahwa industry keuangan Syariah khusunya perbankan mengalmi perkembangan yang signifikan. Pandji bahkan mencatat perkembangan bank syariah selama 5 tahun terakhir sudah tmbuh 12 persen asetnya dibanding bank umum yang 8 persen.
“CIMB Niaga Syariah sendiri mulai ngebut di 2016 dan market share kiita dari Bank CIMB Niaga itu 4,5 persen. Per hari ini sudah di angka untuk financing 19 persen, aset 18 persen. Cita-cita kami di 2023 sudah sentuh 25 persen dan portofolionya harus sudah dalam bentuk Syariah. Kita harus ngebut dan pertumbuhan kita tiap tahunnya double digit, walaupun memang secara industri dari masih 6.5 persen,” pungkas Pandji.
Menurutnya, strategi yang harus dilakukan agar perbankan Syariah lari lebih kencang, adalah dari sisi perkembangan produk. Sebab ini adalah kelemahan perbankan Syariah karena belum terlalu dikenal masyarakat dan literasinya baru 8 persen.
“Jadi dalam beberapa tahun ini yang kita ngebut adalah bagaimana kita memiliki produk yang at least sama dengan yang dimiliki perbankan konvensional dulu. Sehingga dalam 5 tahun ini, kita ngebut apa yang CIMB Niaga punya, Syariah juga harus punya. Tentu perlu waktu lama karena ada riset, perijinan, resources dan modal,” katanya.
Pandji juga menyebutkan soal internal devellopment strategy dimana perbankan Syariah ciptakan human capital yang baik.
Sementara Ade Cahyo, Direktur Bank Syariah Indonesia mengatakan, perbankan Syariah harus melek digital. Sebab saat ini, perbankan Syariah tidak hanya besaing dengan bank konvesional, tetapi dengan sesama bank Syariah yang telah menerapkan cost efisiensi. “Aladin bisa operasional dengan biaya 1/3 dari kita. Ini menggambarkan landscape perbankan kita bukan lag perbankan tetapi solusi keuangan,” katanya di kesempatan yang sama.
Dia menilai, digital bank sudah berikan apa yang sama dengan perbankan Syariah tetapi dengan cara yang berbeda. “Kita punya target yang berbeda. Kita pikirkan ROE, size aset, profitabiliti. Sedangkan bank digital tidak memikirkan itu, tetapi hanya focus pada bagaimana customer base menghadapi pertumbuhan. Ini tidak hanya dihadapi perbankan Syariah saja, bank besar (konvensional) lainnya juga hadapi yang sama. Tergantung bagaimana kitaa bisa meresponnya,” ungkap Ade.
Menurutnya, yang dilakukan Bank BSI saat ini tetap memperhatikan karakter nasabah. Antara lain customer mana yang akan dilayani di cabang dan mana yang dilayani secara digital. “Tugas teller kami sekarang, hari ini terima tunai, tarik tunai dan transfer, padahal bisa dilakukan mesin. Ini yang membuat kita kembali mendefinisikan nasabah mana yang mau kita layani dengan orang dan cabang dan mana yang melalui cabang,” urainya.
Sementara Fidri Arnaldy, Direktur Utama Bank DKI di kesempatan yang sama menilai, potensi kenaikan syariah menunjukkan tren kenaikan yang baik. Namun dia mengingatkan bahwa sasaran yang selalu dilakukan perbankan syariah, kenyataannya adalah pada marketshare yang masih kecil.
“Ini adalah peluang yang harus kita garap kallau kemampuan IT dan SDM kita perbaiki, produk sama dengan konven, insyaallah perbankan syariah berkembang juga,” imbuhnya.*** (mtp)