DENPASAR, Stabilitas.id — Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia bersepakat untuk terus mengoptimalkan kebijakan stimulus yang telah dikeluarkan untuk menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi yang sudah mulai terlihat.
Sejumlah data ekonomi menunjukkan angka positif yang diyakini menjadi indikator pemulihan ekonomi nasional antara lain angka penjualan kendaraan bermotor, purchasing managers index (PMI), indeks penjualan ritel, indeks keyakinan konsumen, penjualan semen, penjualan ritel dan aktivitas belanja masyarakat.
“Komunikasi dan sinergi bersama parlemen, pemerintah daerah, sektor dunia usaha dan industri jasa keuangan akan terus ditingkatkan untuk semakin mengefektifkan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat khususnya yang terdampak dari pelemahan ekonomi akibat Covid 19,”ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam acara Sarasehan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional-Temu Stakeholders di Bali.
Hadir dalam pertemuan itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto, Gubernur Bali I Wayan Koster serta pelaku sektor usaha dan pelaku sektor jasa keuangan.
Melalui UU No.2/2020 Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan stimulus dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional pada tahun 2020 dengan nilai realisasi Rp579,8 triliun.
Pada tahun 2021, kerangka pemulihan ekonomi terpusat pada tiga hal yaitu pertama, intervensi kesehatan melalui vaksinasi gratis dan disiplin dalam penerapan protokol Covid-19. Kedua survival and recovery kit untuk menjaga kesinambungan bisnis, serta ketiga reformasi struktural melalui UU No. 11/2020 tentang UU Cipta Kerja. Selain itu, APBN didesain sebagai upaya untuk kembali mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Di dalam APBN, terdapat anggaran PEN yang meningkat 22 persen menjadi Rp699,43 triliun, yang menyasar kesehatan sebesar Rp176,30 triliun, dukungan sosial sebesar Rp157,41 triliun, dukungan UMKM dan korporasi sebesar Rp184,83 triliun, insentif usaha sebesar Rp58,46 triliun serta Rp122,44 triliun untuk dukungan program prioritas. Lima program tersebut diarahkan untuk menjadi game changer di tahun 2021.
“Di antara kami, OJK, dan BI saling mendukung, Karena tidak semua policy bisa dilakukan pemerintah, kadang-kadang melalui saluran di tempatnya sektor keuangan, di mana kemudian OJK memberikan bantuan, dan BI dari sisi sektor moneter. Dengan kerja bersama ini, kita bisa menahan ekonomi yang kontraksinya sangat dalam dari -5,3 persen menjadi sekarang -2,19 persen di kuartal keempat. Kita berharap di tahun 2021 akselerasi terjadi,” kata Menkeu.
Oleh karena itu, Pemerintah juga berupaya untuk mendukung sektor pariwisata dengan memberikan stimulus pariwisata di tahun ini, salah satunya melalui hibah pariwisata dan belanja di Kementerian/Lembaga. Selain itu, Kementerian Keuangan juga sudah mengeluarkan PMK baru yang memberikan relaksasi penjaminan kredit yang bisa dimanfaatkan untuk sektor perhotelan, restoran dan pariwisata.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan Bank Indonesia akan terus all out dan mengarahkan kebijakan BI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan terus bersinergi bersama Pemerintah, otoritas, dan berbagai pihak lainnya.
Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan sebanyak 6 (enam) kali sejak 2020 sebesar 150 bps menjadi 3,50% dan melakukan injeksi likuiditas (quantitative easing) mencapai Rp796,60 triliun (5,15% PDB) sejak 2020 s.d 7 April 2021. Selain itu, BI melonggarkan ketentuan Uang Muka kredit/pembiayaan Kendaraan Bermotor dan rasio LTV/FTV kredit/pembiayaan properti, mendorong transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan, memperkuat kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM/RIM Syariah) dengan memasukkan wesel ekspor sebagai komponen pembiayaan, serta memberlakukan secara bertahap ketentuan disinsentif berupa Giro RIM/RIMS, untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan ekspor. Guna meningkatkan kemudahan bertransaksi masyarakat di era digital khususnya di masa pandemi, BI juga terus mendorong digitalisasi sistem pembayaran. Beberapa kebijakan tersebut antara lain perluasan QR Code Indonesian Standard (QRIS) menuju 12 juta merchant, mengembangkan BI FAST, standar Open Application Programming Interfaces (Open API) pembayaran, dan terus mendorong elektronifikasi, antara lain keuangan Pemda, bantuan sosial, dan transportasi.
“Dalam mendorong pariwisata, BI senantiasa berkomitmen mendukung Gerakan Bangga Berwisata #DiIndonesiaAja (GBWI) dan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI) antara lain melalui pengembangan UMKM termasuk UMKM di bidang pariwisata, dan data hub pariwisata,”beber Perry.
Perry melanjutkan, ekonomi Indonesia diprakirakan akan tumbuh sebesar 4,3%-5,3% pada tahun 2021, dengan adanya sinergi yang kuat, vaksinasi COVID-19, didukung oleh stimulus fiskal, moneter, serta kolaborasi dengan OJK, DPR, serta dukungan perbankan, dunia usaha, dan masyarakat. Inflasi diprakirakan akan terkendali di kisaran sasaran 3+1%, defisit transaksi berjalan tetap stabil, dan kredit dan DPK juga akan membaik.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan, untuk meningkatkan implementasi kebijakan stimulus lanjutan POJK No.48/POJK.03/2020, OJK telah menerbitkan surat No.S-19/D.03/2021 tertanggal 29 Maret 2021 untuk memberikan penjelasan dan penegasan kepada Perbankan.
Dalam surat tersebut, Wimboh menegaskan bahwa penilaian kualitas kredit restrukturisasi covid-19 dengan plafon kurang dari Rp10 miliar dapat hanya didasarkan pada satu pilar (ketepatan membayar pokok dan/atau bunga) hingga 31 Maret 2022. Kemudian, kualitas kredit yang terdampak covid-19 ditetapkan Lancar setelah direstrukturisasi selama masa masa berlakunya POJK 48, sampai dengan 31 Maret 2022.
Bank juga dapat memberikan tambahan kredit baru kepada debitur restrukturisasi covid-19 dengan penetapan/pencatatan kualitas kredit dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit sebelumnya (tidak berlaku prinsip uniform classification).
Lalu, jangka waktu restrukturisasi kredit diserahkan kepada manajemen risiko masing-masing bank dan diperbolehkan kurang atau melewati jangka waktu relaksasi (31 Maret 2022). Jika restrukturisasi kredit melewati tanggal tersebut, maka kualitas kredit debitur hanya dapat ditetapkan lancar sampai tanggal tersebut dan setelah tanggal tersebut mengacu pada POJK Kualitas Aset.
Selanjutnya, seluruh kredit restrukturisasi dilaporkan dengan menambahkan keterangan ‘covid-19’ sampai dengan kredit lunas (meskipun melewati 31 Maret 2022) yang ditujukan untuk memantau perkembangan kredit restrukturisasi covid-19. Kredit restrukturisasi juga dapat dikecualikan dari perhitungan aset kredit berkualitas rendah (Loan at Risk/LaR) dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank.
Terakhir, bank dapat menghapus keterangan ‘covid-19’ dalam pelaporan dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain asesmen bank dapat memastikan debitur telah mengatasi permasalahan jangka pendek, serta historikal data debitur tersedia lengkap dan konsisten untuk mengantisipasi pemeriksaan terkait program PEN.
“Ke depan, OJK akan terus menjalankan kebijakan untuk meredam volatilitas di pasar modal serta melanjutkan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan serta senantiasa bersinergi dengan kebijakan Pemerintah dan memperluas akses pembiayaan kepada UMKM melalui digitalisasi dalam sebuah ekosistem,” papar Wimboh.
Menurutnya, kredit UMKM mulai mengalami pertumbuhan dampak positif dari stimulus pemerintah untuk UMKM, yang terdiri dari pertambahan KUR maupun subsidi bunga. Namun demikian, kredit segmen menengah (Rp500 juta hingga Rp25 miliar) masih belum tersentuh stimulus.
“Untuk itu, OJK mengusulkan Program Kredit untuk usaha menengah yang bersifat sementara juga mendapatkan skema subsidi bunga maupun penjaminan pemerintah. OJK juga mendorong Himbara berbicara dengan Lembaga Penjaminan menetapkan kriteria bersama untuk mempercepat proses penjaminan kredit,” pungkas Wimboh.