JAKARTA, Stabilitas — Profesi keagenan masih menjadi andalan industri asuransi jiwa mendulang pendapatan. Tak heran jika AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) pernah mematok target mencetak 10 juta agen. Kendati realisasinya, jumlah agen asuransi jiwa masih mengalami pasang surut. Pertumbuhan kuartal pertama 2019 saja di angka 0,5 persen (year on year) menjadi 595.192 ribu agen berlisensi.
Menurut Ketua Umum AAJI, Budi Tampubolon, proses rekrutmen agen asuransi jiwa sejatinya berjalan ke arah target 10 juta agen. Sebab, setiap tahun, selain agen yang tersertifikasi yang jumlahnya mendekati 600 ribu agen itu, ada pula jumlah agen yang sudah mendaftar untuk disertifikasi namun belum lolos seleksi.
“Jadi yang belum lulus atau terdeterminasi itu banyak juga. Angkanya mungkin jutaan, kalau digabung dari tahun-tahun sebelumnya. Tetapi ini bukan hal yang jelek, tetap ada hal positifnya Mereka yang tersertifikasi dan juga terdeterminasi itu sudah memiliki pemahaman yang baik tentang asuransi. Nah, dikemudian hari tidak menutup kemungkinan mereka kembali aktif,” jelas Budi di Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Budi menjelaskan, saat ini agen asuransi sudah meninggalkan status ‘sales’ dan telah menjadi profesi pendamping nasabah dalam membuat perencanaan keuangan (financial planner). Maka kompetensinya akan terus didorong oleh AAJI, salah satunya para agen asuransi diharapkan masuk dalam komunitas MDRT (Million Dollar Round Table), komunitas agen asuransi jiwa berlisensi global.
“Komunitas MDRT tumbuh 30 persen dalam dua tahun terakhir. Perannya sangat besar bagi pertumbuhan industri asuransi jiwa,” ujar Budi.
Sementara Glen Alexander Winata, Country Chair MDRT Indonesia, mengungkapkan, per Juli 2019, jumlah anggota MDRT Indonesia sebanyak 2.459 orang. Dengan jumlah ini, MDRT Indonesia tahun ini masuk dalam urutan ke 10 top member seluruh dunia, dan nomor tiga di Asia Tenggara, dibawah Thailand dan Vietnam.
Sepuluh besar negara dengan jumlah anggota MDRT terbesar antara lain China menjadi yang teratas dengan jumlah 18.022, diikuti Hong Kong 11.701, United States 7.871, Jepang 7.028, Taiwan 3.773, India 3.214, Republic of Korea 2.750, Thailand 2.622, Vietnam 2.549, Indonesia 2.459.
Menurut Glen, posisi anggota MDRT Indonesia masih kalah dari Thailand dan Vietnam, karena di dua negara tersebut sejumlah perusahaan papan atas telah menjadikan MDRT sebagai standar kualifikasi dan kompetensi agennya. Tidak demikian dengan Indonesia. Dibandingkan dengan jumlah agen asuransi di Indonesia, jumlah agen MDRT Indonesia hanya 0,5 persen saja dibandingkan dengan jumlah agen yang ada saat ini yang mendekati 600 ribu.
“Jadi kami bersama AAJI mendorong MDRT bisa dijadikan panduan kualifikasi standar keagenan untuk perusahaan asuransi jiwa di Indonesia. Kita optimis untuk tahun 2020 dapat mencapai lebih dari 3.000 member MDRT Indonesia,” tegas Glen.
Adapun untuk menjadi anggota MDRT, seorang agen asuransi perlu mengantongi premi dari penjualan pribadi sebesar Rp. 583.443.600, akumulasi premi pertama per tahun. Sementara itu, untuk masuk ke dalam kualifikasi yang lebih tinggi yakni Court of The Table (COT) dan Top of The Table (TOT), seorang agen harus mengumpulkan premi masing-masing sebesar Rp. 1.750.330.800 (3 x MDRT) dan Rp. 3.500.661.600 (6x MDRT) per tahun.
Saatnya Investasi
Di kesempatan yang sama, Budi menjelaskan, pada kuartal kedua hingga akhir tahun nanti merupakan kesempatan yang tepat bagi industri untuk meningkatkan portofolio investasi. “Wait and see investor sudah berakhir. Ini saatnya action. Unit link akan tumbuh karena kondisi pasar juga bagus saat ini,” jelas Budi.
Untuk itu AAJI tidak mengkhawatirkan posisi penurunan pendapatan premi di awal 2019, mengingat portofolio dan hasil investasi perusahaan asuransi di awal tahun juga mulai meningkat tajam.